JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perhatian khusus terhadap nasabah kredit financial technology (fintech), terutama fintech lending yang mempertemukan pemberi kredit dengan penerima kredit.
Kepala Perizinan dan Pengawasan Fintech Direktorat Kelembagaan dan Produk Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan Alvin Taulu mengatakan, perlindungan konsumen menjadi hal penting dari industri fintech. Sebab industri fintech ini memiliki banyak celah yang mengganggu keamanan dan kenyamanan nasabahnya.
Untuk itu, OJK membuat pusat layanan terhadap persoalan fintech. OJK membentuk kontak pengaduan ke nomer 157 untuk melayani kepentingan konsumen, katanya dalam keterangan pers yang diterima JPG, Ahad (22/7).
Alvin Taulu menegaskan, fintech lending harus memiliki izin. Cara mengecek izin dari finctech itu dapat dilihat di website OJK. Masyarakat juga harus memahami informasi dari website dan aplikasi. Yang penting dipahami ialah perhitungan bunga. Untuk memitigasi risiko. Fintech ini seperti mobil ber-cc besar. Bertenaga dan cepat tapi juga ada risiko yang besar, katanya.
Di tempat lain, Direktur Eksekutif Kebijakan Asosiasi Financial Technology (AFTECH) Ajisatria Suleiman mengatakan fintech saat ini merupakan salah satu alternatif solusi keuangan yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, tetapi belum banyak masyarakat yang paham betul apa itu fintech.
Dengan fintech ini akses ke keuangan untuk masyarakat bisa memiliki banyak alternatif dan memiliki jangkauan lebih luas. Produk fintech menyasar segmen retail, lapisan masyarakat yang selama ini tidak terlayani lembaga keuangan konvensional, dan transaksi mikro. Berbeda dengan perusahaan keuangan konvensional dan bank, kata Ajisatria.
Dia meyakini fintech merupakan solusi dari rendahnya penetrasi keuangan di Indonesia selama ini. Sebab fintech menawarkan akses yang mudah (accessable) dan terjangkau secara ekonomis (affordable).
Salah satu contoh fintech yang telah menjangkau nasabah kelas menengah ke bawah yakni Tunaikita. Perusahaan itu kini mulai menyasar pangsa pasar di Bali. Per Maret 2018 di Bali tercatat ada 313.822 usaha micro kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan pasar potensial menjadi nasabah.
CEO Wecash Asia Pasifik, James Chan mengatakan TunaiKita memanfaatkan teknologi untuk membuka akses kredit bagi missing middle atau hilangnya lapisan tengah untuk kelas perusahaan. Missing middle ini umumnya sulit mendapatkan kredit dari lembaga keuangan konvensional.(iil/das)