JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai 415,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp5.942 triliun per Juli 2021. Jumlah tersebut meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 415,1 miliar dolar AS. Kenaikan itu didorong ULN pemerintah yang bertambah 0,9 miliar dolar AS dan swasta 0,2 miliar dolar AS.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengingatkan agar utang tersebut dikelola dengan bijak. Jangan sampai kondisi perekonomian Indonesia yang masih tertekan akibat persebaran SARS-CoV-2 diperburuk oleh utang jangka pendek maupun panjang. "Kelola utang dengan bijaksana dan benar. Jangan ugal-ugalan," ucapnya kepada Jawa Pos (JPG), Senin (20/9).
Anis menilai penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara malah dikhawatirkan memunculkan beban berat ke depan. Artinya, pemerintah harus sangat serius dalam mengelola utang. Jangan hanya terus menambah utang.
Menurut dia, sejumlah langkah strategis bisa dilakukan agar dampak beban utang dapat diminimalkan. Di antaranya, memperkuat koordinasi pemerintah dengan BI guna memantau perkembangan dan memastikan ULN tetap sehat. Lalu, pentingnya manajemen pengelolaan utang yang prudent (hati-hati).
Selain itu, kata Anis, jangan menambah utang baru. Justru optimalkan pengelolaan utang yang sudah ada. "Skala prioritas dan akuntabilitas harga mati. Jangan memaksakan menambah utang untuk proyek yang tidak penting di tengah pandemi yang belum juga selesai, seperti proyek ibu kota negara (di Kalimantan Timur) salah satunya. Tunda atau kalau perlu, hentikan semua proyek tidak penting," bebernya.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR itu menyoroti utang yang tumbuh, tapi berbanding terbalik terhadap penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu malah membuat Indonesia semakin terjebak dalam utang.
Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menuturkan, struktur ULN Indonesia tetap sehat. Itu tecermin dari rasio utang luar negeri terhadap PDB yang masih terjaga di kisaran 36,6 persen. Selain itu, ditunjukkan dominasi ULN berjangka panjang sebesar 88,3 persen dari total utang. "Khusus pemerintah, tenornya jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen," ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut Erwin, pertumbuhan ULN Juli justru melambat hanya 1,7 persen. Pada bulan sebelumnya tumbuh 2 persen. Sementara itu, utang pemerintah tumbuh 3,5 persen. Perlambatan pertumbuhan tersebut disebabkan penurunan posisi surat berharga negara (SBN) domestik dan pembayaran neto pinjaman bilateral di tengah penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan dampak pandemi Covid-19.(han/c7/dio/das)
Laporan JPG, Jakarta