PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sebagai langkah lebih lanjut mengenai penugasan dari PT Pertamina untuk melaksanakan penugasan Kepmen ESDM 13/2020 mulai dari penyediaan pasokan LNG hingga pelaksanaan pembangunan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan melaksanakan penugasan tersebut melalui pembangunan klasterisasi infrastruktur LNG.
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Syahrial Mukhtar mengungkapkan pembangunan infrastruktur LNG terbagi menjadi tiga area yaitu Area Barat, Area Tengah, dan Area Timur.
"Kami akan membangun tiga HUB. Yang pertama, Area Barat akan bangun HUB di Terminal Arun untuk bisa menyuplai kebutuhan gas di Nias, Krueng, dan sekitarnya. Kemudian Area Tengah, kami sudah memiliki FSRU Lampung dengan sistem breakbulking ke kapal-kapal kecil untuk menyuplai small LNG carrier. Jadi, nanti FSRU Lampung bisa dibawa ke Kalimantan, Bali, NTT, dan NTB," jelas Syahrial, Senin (13/7).
Lebih lanjut, pada Area Timur akan dibangun HUB perkiraan di Ambon untuk melayani Indonesia Tengah dan Timur seperti Sulawesi, Maluku dan Papua. Pelaksanaan pembangunan Infrastruktur LNG dilakukan secara stimulan untuk pembangkit yang sudah dibangun dan dibagi menjadi delapan klaster yaitu Klaster Sumatera, Klaster Kalimantan Barat, Klaster Bali Nusra 1, Klaster Bali Nusra 2, Klaster Sulawesi, Klaster Maluku, Klaster Papua Utara dan Klaster Papua Selatan,
"Tahap quick win akan dilaksanakan dengan menggunakan pola operasi follower di lokasi PLTMG Nias, PLTMG Tanjung Selor, dan PLTMG Sorong. Tahun ini ditargetkan selesai. Pada tahap ini ditargetkan dapat menyediakan harga yang lebih rendah dari HSD di plant gate pembangkit PLN. Perkiraan penghematan atas konversi penggunaan HSD ke PLN per tahun pada tahap quick win ini estimasi sebesar Rp200 miliar," ungkap Syahrial.
"Kami bersama-sama dengan PLN telah menyepakati skema logistik yang paling optimal. Untuk lokasi quick win Nias menggunakan skema transportasi laut dengan LCT dan isotank, Tanjung Selor menggunakan transportasi darat dengan trucking dan isotank. Sedangkan Sorong menggunakan pipa gas," lanjut Syahrial.
Setelah penandatanganan HoA yang dilakukan Pertamina dan PLN dengan salah satu isinya Pertamina telah menunjuk dan menugaskan PGN sebagai subholding gas untuk melaksanakan penyediaan pasokan dan infrastruktur, maka PGN telah melakukan koordinasi secara intensif dengan PLN untuk menyelesaikan perjanjian komersial untuk jangka waktu 20 tahun untuk tahap quick win.
Sejauh ini para pihak berkerja sama dengan baik dan menghasilkan progres yang positif. Syahrial berharap bahwa dalam waktu tidak lebih dari dua sampai tiga tahun, program konversi pembangkit listrik BBM ke gas alam sudah terealisasi. Proyek ini juga termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan memerlukan investasi yang sangat besar.
"Langkah strategis ini sebagai wujud komitmen kami dalam melaksanakan program yang ditujukan untuk memperkuat struktur usaha subholding gas dan meraih peluang pertumbuhan usaha dari meningkatnya kebutuhan dalam negeri akan pasokan gas untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik. Selain itu, menjadi respon PGN dalam mendukung program pemerintah menargetkan perbaikan bauran energi primer bagi pembangkit listrik PLN, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca," ujar Direktur Utama PGN, Suko Hartono.
PGN berkomitmen untuk bersinergi dengan PLN untuk meningkatkan utilisasi gas di sektor kelistrikan supaya dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. "Pemanfaatan gas bumi untuk sektor kelistrikan juga membantu mengurangi ketergantungan pada energi impor dan subsidi BBM. Optimalisasi pemanfaatan gas bumi ini juga merupakan upaya PGN menyediakan energi dalam negeri untuk kesejahteraan masyarakat," tuturnya.(*)
Laporan: HASANAL BULKIAH (Pekanbaru)