BATAM (RIAUPOS.CO) – Harga tiket yang naik tinggi dan penerapan kebijakan bagasi berbayar makin berdampak negatif terhadap dunia penerbangan Tanah Air. Salah satunya di Bandara Internasional Hang Nadim, Batam.
Data yang diperoleh dari pengelola Bandara Internasional Hang Nadim menunjukkan, dari Januari hingga Juli tercatat jumlah penumpang datang, pergi, dan transit sebanyak 2,5 juta. Melihat tren penumpang saat ini, diperkirakan hingga penghujung tahun penumpang di Hang Nadim hanya di kisaran 5,7 juta orang.
Bila dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, terjadi penurunan penumpang. Tahun 2016 tercatat 6,1 juta penumpang, 2017 naik ke angka 6,3 juta orang.
“Penurunan ini sudah dimulai dari 2018, selain dua faktor di atas (harga tiket, bagasi berbayar), alasan pertumbuhan ekonomi juga. Tahun 2018, penumpang di Hang Nadim turun ke angka 5,6 juta,” kata Direktur Badan Usaha Bandar Udara Hang Nadim, Suwarso, belum lama ini.
Faktor penurunan ini, lanjut Suwarso juga disebabkan transportasi laut berbenah diri. Mulai dari penambahan kapal, peremajaan kapal, bertambahnya frekuensi pelayaran, hingga tersedianya berbagai rute alternatif.
“Banyak faktor, tapi kenapa tren atau animo itu turun. Faktornya itu harga tiket,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu Kementerian Perhubungan melakukan revisi harga tiket untuk ambang batas bawah dan atas. Sehingga harga tiket ke beberapa daerah melonjak di kisaran Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu.
“Harga tiket ini, kami tidak dapat berbuat banyak. Hanya bisa melaporkan bahwa penumpang yang pergi dan datang menurun,” ungkap Suwarso.
Penurunan penumpang ini dibarengi dengan berkurangnya frekuensi penerbangan. Alasan pengurangan frekuensi penerbangan tak lain disebabkan permintaan penumpang menurun.
Suwarso mengaku pengurangan frekuensi ini telah terjadi berbulan-bulan. Dalam sehari rata-rata pembatalan 9 hingga 14 frekuensi penerbangan.
Di 2019, Hang Nadim memiliki 22 rute domestik dan satu internasional. Dalam sehari ada 104 hingga 112 penerbangan, baik berangkat atau datang.
Jumlah frekuensi penerbangan ini hampir sama dengan 2017. Namun, ketika itu Hang Nadim hanya memiliki 18 rute domestik dan satu rute internasional.
“2017 itu ada 112 hingga 114 movement pesawat. Tahun 2018 ada 126 movement pesawat,” ungkapnya.
Suwarso menambahkan, sudah ada beberapa rute dibatalkan, setelah dijalani selama beberapa bulan oleh beberapa maskapai.
Tahun 2017, sempat ada rute Batam menuju Silangit (Medan), tapi beberapa bulan berjalan, rute ini hilang.
Di 2018, rute Batam ke Bali dan Batam ke Balikpapan. Tapi rute ini juga tutup. Penyebabnya minim penumpang dan kurang peminat.
Suwarso menuturkan rute dinyatakan bagus dan baik apabila dalam sekali perjalanan penumpang terisi diatas 55 persen. Bila kurang dari itu, rute tersebut dinilai kurang sehat.
“Maskapai bisa merugi jadinya,” ungkapnya.
Melihat kondisi saat ini, Suwarso memperkirakan belum ada penambahan rute baru dalam waktu dekat.
“Makanya ada transit. Contoh ke Bali, Makassar. Penumpang dari Batam transit di Surabaya atau Jakarta dulu, biasanya bisa langsung,” tuturnya.
Penurunan jumlah penumpang ini, tidak hanya berdampak terhadap maskapai penerbangan saja. Tapi juga bagi Hang Nadim. Tahun 2018, Hang Nadim meraup keuntungan dari PSC (Passanger Service Charge) sebanyak Rp 257 miliar. Lebih tinggi dari target Rp 240 miliar.
Tahun 2019 Hang Nadim memiliki target Rp 280 miliar. Tapi, Suwarso mengatakan target itu mustahil bisa tercapai karena melihat pertumbuhan penumpang yang turun. “Kayaknya mungkin tidak tercapai,” tuturnya. (ska)
Sumber: Batampos.co.id
Editor: Edwir