Kredit Lesu, Korporasi Punya Cash Buffer Banyak

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 13 September 2023 - 10:24 WIB

Kredit Lesu, Korporasi Punya Cash Buffer Banyak
Chief Economist Bank Mandiri An­dry Asmoro (kiri) dan Direktur Departemen dan Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Erwin dan Kolopaking dalam diskusi kebijakan makro, Sabtu (9/ 9/2023). (AGAS HARTANTO/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Indonesia memiliki sejumlah sektor potensial untuk mengerek perekonomian. Khususnya, yang berbasis konsumsi dalam negeri. Seperti, telekomunikasi, kesehatan, hilirisasi manufaktur, kawasan industri, serta makanan dan minuman.

Perbankan saat ini menarget sektor-sektor tersebut untuk mendorong penyaluran kredit. Sebab, pertumbuhan kredit 2023 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Meski masih dalam tren positif.


‘’Karena terbatasnya sektor-sektor yang tumbuh. Tantangan buat perbankan. Karena bank-bank besar di Indonesia masih memiliki guidance yang tinggi, 10 sampai 12 persen,’’ kata Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (9/9).

Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan menurun dibanding kinerja empat tahun terakhir. Data kantor ekonom Bank Mandiri menunjukkan, bahwa pada 2019, DPK perbankan tumbuh 6,45 persen. Lalu masih meningkat di 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 11,11 persen dan 12,21 persen.

Memasuki 2022, DPK masih tumbuh positif meski hanya sebesar 9,45 persen. Sedangkan hingga Juli 2023, DPK justru minus 1,09 persen. ‘’Kalau guidance untuk pertumbuhan kreditnya masih tinggi, sementara DPK relatif limited, nah tentu saja persaingan untuk memperebutkan dana cukup besar,” ungkap pria yang akrab disapa Asmo itu.

Jika melihat indikator likuiditas secara nasional, lanjut dia, memang masih cukup terjaga. Tecermin dari loan to deposit ratio (LDR) sebesar 82 persen. Sejumlah bank besar seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) mencatatkan LDR sebesar 85,9 persen, 87,26 persen, dan 89,8. ‘’Saat ini tantangan bagi perbankan adalah bagaimana memiliki funding scheme (skema penghimpunan dana, red) yang relatif cukup kuat untuk bisa mengakselerasi kredit,’’ terang Asmo.

Menurut dia, kebijakan makroprudensial Bank Indonesia (BI) menembak dua hal positif. Yaitu, melonggarkan likuiditas bagi penyaluran kredit ke sektor prioritas dan mendukung sektor yang diunggulkan itu untuk mendorong perekonomian nasional. Seperti hilirisasi non-mineral. ‘’(Sektor,red) ini yang kita lihat ke depan menjadi salah satu faktor sustainable (keberlanjutan) pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” imbuhnya.

Sektor perdagangan wholesale dan ritel menjadi pendorong terbesar pertumbuhan kredit 2023. Proporsinya mencapai 16,2 persen dari total kredit. Ada pula industri pengolahan yang menyumbang 16 persen serta industri pertanian dan kehutanan sebesar 7,2 persen.(jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook