JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pertengahan 2019 kembali menjadi masa-masa sulit bagi para petani garam. Rendahnya penyerapan di tengah tingginya produksi membuat harga garam anjlok di pasaran. Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman bersama sejumlah instansi terkait menindaklanjuti dengan sejumlah solusi yang ditawarkan.
Namun, kualitas garam yang rendah dinilai paling berperan dalam anjloknya harga.
Kemenko Kemaritiman pun mengusulkan agar para petani garam turut mengontrol kualitas garam yang mereka produksi. ”Garam yang sekarang anjlok itu yang K2 dan K3,” jelas Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono kemarin (12/7).
Dia mengklaim bahwa hanya garam K1 yang penyerapannya maksimal. Harga garam sendiri sempat anjlok hingga di angka Rp300 per kilogram. Normalnya, harga garam untuk K1 bisa mencapai angka Rp1.000 per kilogramnya.
Harga garam yang turun drastis ini sempat ramai diperbincangkan lantaran dugaan adanya kelebihan impor yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu.
Alih-alih menyalahkan impor, Agung menegaskan bahwa perbaikan kualitas garamlah yang harus diutamakan. Mengenai garam K2 dan K3 yang sudah terlanjur beredar di pasaran, cukup sulit jika harus mengkatrol harga sesuai dengan kondisi normal.
”Sebetulnya tidak boleh ada garam K2 dan K3 itu karena tidak sesuai SNI-nya. Ini untuk mengdukasi juga supaya petani tidak asal memanen,” lanjutnya.
Kemenko Kemaritiman juga bakal melakukan koordinasi agar harga garam K1 bisa berangsur normal ke angka Rp 1.000 per kilogram dalam waktu dekat. Sementara itu, Kementerian Perindustrian menyarankan agar garam kualitas kelas bawah bisa digunakan untuk keperluan lain.
Yang jelas, industri besar yang memerlukan garam murni tidak bisa menyerap garam K2 dan K3. ”Kami sarankan agar beberapa industri yang masih bisa untuk menyerap. Misalnya tekstil atau penyamakan kulit kualitas rendah,” terang Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fredy Juwono.
PT Garam sendiri melakukan penyerapan melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN). Awal 2019, mereka mengajukan sekitar 1,1 juta ton dan disetujui 400 ribu ton untuk diserap dan diproduksi.
Sementara itu, dari data Kemenperin, industri yang bekerjsama dengan kementerian tersebut telah menyerap 962.220 ton garam sejak 2018 hingga Juli 2019.(deb/das)
Editor: Eko Faizin