JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah kembali mengingatkan pengusaha untuk melaksanakan kewajibannya membayar tunjangan hari raya (THR) keagamaan. Bukan hanya pada pekerja tetap, tapi juga pekerja kontrak.
Dalam konferensi pers virtual kemarin (12/5), Ida menjelaskan, pembayaran THR ini merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan junto Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6/2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh. Disebutkan bahwa pengusaha wajib memberikan THR keagamaan pada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan terus menerus atau lebih.
"THR diberikan untuk pekerja tetap dan pekerja kontrak dengan masa kerja paling sedikit 1 bulan berturut-turut," ujarnya.
Untuk besarannya, lanjut dia, bila masa kerja 1 bulan sampai dengan di bawah 12 bulan maka dihitung secara proporsional. Yakni, lama masa kerja dibagi 12 bulan dikali besaran upah. Misal, masa kerja 3 bulan, maka THR-nya diberikan hitungannya 3/12 x upah (Rp).
Beda lagi dengan pekerja kontrak yang masa kerjanya sudah 12 bulan atau lebih. Dia mengatakan, bagi yang mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut atau lebih, maka THR-nya diberikan sebesar 1 kali upah sebulan.
"THR merupakan pendapatan nonupah, yang wajib dibayarkan tujuh hari sebelum hari raya keagamaan," jelasnya.
Bagi pengusaha yang terlambat membayar kewajibannya, maka dikenai denda sebesar 5 persen. Denda ini dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh, serta tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh.
Namun di sisi lain, dirinya pun memahami bahwa banyak pengusaha yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Sehingga berdampak pada kewajiban pengusaha dalam membayar hak pekerja termasuk THR. Dia mendapat curhatan tersebut ketika berdiskusi dengan Apindo. "Banyak perusahaan mengalami kesulitan dengan cash flow-nya," ungkap Politikus PKB tersebut.
Oleh karenanya, diterbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020, terkait Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) di tengah Pandemi Corona. Di mana, isinya mengenai imbauan pada gubernur seluruh Indonesia untuk memastikan pengusaha di wilayahnya membayar THR pada pekerja/buruh. Namun, bagi yang tidak mampu, bisa mengedepankan dialog secara kekeluargaan antara pengusaha dan pekerja untuk mencari solusi terbaik. Apakah pembayaran dilakukan secara bertahap, ditunda, atau lainnya, yang jelas, wajib dibayar tahun ini. ”Sekali lagi saya tekankan, sebelum SE itu dibuat, kami sudah berdialog dengan perwakilan pengusaha dan pekerja/buruh. Telah dibahas dan disepakati bersama,” tutur Ida.
Namun, bila terjadi pelanggaran kesepakatan dengan keputusan sepihak, para pekerja diperkenankan untuk melapor. Dia mengatakan, meresmikan Pos Komando (Posko) Pengaduan THR Keagamaan Tahun 2020. Tak hanya di pusat, posko-posko pengaduan THR juga dibentuk di dinas-dinas tenaga kerja di setiap provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia.
"Keberadaan posko ini merupakan bentuk fasilitasi pemerintah agar hak pekerja/buruh untuk mendapatkan THR benar-benar bisa dibayarkan sesuai ketentuan yang ada," paparnya.
Posko pengaduan THR 2020 dapat dimanfaatkan oleh pekerja/buruh dan pengusaha mulai 11 Mei hingga 31 Mei 2020, selama jam kerja 08.00-15.30 WIB. Pekerja dapat berkonsultasi atau mengadukan permasalahannya secara daring melalui laman www.kemnaker.go.id.
"Kami juga membentuk satuan tugas pelayanan konsultasi dan penegakan hukum pelaksanaan pembayaran THR 2020 di Pusat yang diikuti di daerah," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker Haiyani Rumondang menambahkan, sejak dibukanya Senin (11/5) sudah masuk 8 laporan ke posko THR pusat. Sejauh ini, menurut dia, laporan tersebut masih sebatas layanan konsultasi bukan aduan mengenai pelaksanaan pemberian THR oleh perusahaan.(mia/jpg)