Dalam kesempatan itu Decymus mengatakan, pada 2018, pertumbuhan ekonomi dengan migas dan tanpa migas Riau masing-masing tercatat sebesar 2,34 persen dan 3,95 persen (yoy).
Ini melambat dibandingkan 2017 yang masing-masing mencapai 2,68 persen dan 4,57 persen (yoy). Kondisi itu berbanding terbalik dengan perekonomian Sumatera dan nasional yang tumbuh meningkat. Masing-masing dari 4,29 persen dan 5,07 persen (yoy) pada 2017 menjadi 4,54 persen dan 5,17 persen (yoy) di 2018.
Perlambatan itu bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan net ekspor. Melambatnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi melambatnya kinerja sektor unggulan Riau. Sementara itu, melambatnya konsumsi pemerintah disebabkan turunnya realisasi belanja modal dan tidak adanya dana SILPA, serta belum disalurkannya dana bagi hasil (DBH) Riau 2017 oleh Pemerintah Pusat.
Secara sektoral, ujar Decymus, perlambatan bersumber dari melambatnya sektor pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Melambatnya sektor pertanian disebabkan oleh turunnya harga komoditas kelapa sawit. Selain itu, juga terjadi penurunan produksi pertanian sebagai akibat kebijakan pemerintah yang melarang ekspansi dan penanaman kembali di area lahan gambut (Permen LHK No.P.17/2017 tentang Perubahan Atas Permen LHK No.P.12/2015 tentang Pengembangan Hutan Tanaman Industri).
Pada Maret 2019, Riau tercatat mengalami peningkatan inflasi jika dibandingkan Februari 2019. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2019 mengalami inflasi 0,11 persen (mtm) atau inflasi 1,30 persen (yoy), secara bulanan lebih tinggi dari Februari 2019 yang mengalami deflasi 0,34 persen (mtm), namun secara tahunan lebih rendah.
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Penulis: Prapti Dwi Lestari
Editor: Eko Faizin