PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pandemi Covid-19 membawa pengaruh terhadap kinerja pembangunan manusia di Riau. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 dibanding tahun sebelumnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Riau Misfaruddin mengatakan, IPM Riau tahun 2020 sebesar 72,71 atau turun 0,29 poin (0,40 persen) dibanding IPM tahun 2019 yang besarnya 73,00.
"Penurunan ini sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata pengeluaran perkapita yang disesuaikan. Indikator ini turun dari Rp11,26 juta pada tahun 2019 menjadi Rp10,68 juta pada tahun 2020," ujar Misfaruddin, Ahad (10/1).
Ia mengatakan dari sisi pendidikan, tahun 2020 anak-anak berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 13,20 tahun atau hampir setara dengan lamanya waktu untuk mengenyam pendidikan hingga Diploma II (tidak tamat). Angka ini meningkat 0,06 tahun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 13,14 tahun.
"Selain itu, rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas juga masih meningkat 0,11 tahun, dari 9,03 tahun pada tahun 2019 menjadi 9,14 tahun (kelas X, namun tidak tamat) pada tahun 2020," kata Misfaruddin.
Dari sisi kesehatan, bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,60 tahun, lebih lama 0,12 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir tahun sebelumnya.
"IPM tertinggi di Riau berada pada Kota Pekanbaru sebesar 81,32 sedangkan yang terendah di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 65,50. Kenaikan IPM hanya terjadi di Kabupaten Bengkalis (naik 0,03 persen), sedangkan Kabupaten Rokan Hulu tercatat mengalami penurunan IPM tertinggi (0,79 persen) dibanding tahun sebelumnya," ujar Misfaruddin.
Selain itu Misfaruddin menjelaskan, pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging people’s choices). IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living).
Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh umur harapan hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk bertahan hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi.
Pengetahuan diukur melalui indikator rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Rata-rata lama sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
Harapan lama sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).
IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan, dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks.
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan dalam jangka panjang. "Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian," jelas Misfaruddin.(das)
Laporan: MUJAWAROH ANNAFI (Pekanbaru)