JAKARTA (RIAUPOS.CO) - PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) tidak naik di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah maupun harga minyak dunia. Kenaikan harga dikhawatirkan dapat memperlemah daya beli masyarakat. Apalagi, Pertamina mendominasi penjualan JBU (jenis BBM umum) sebesar 82,8 persen dari total penjualan JBU di Indonesia.
Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid menyatakan, perubahan harga JBU selalu dikoordinasikan dengan kementerian teknis terkait. ”Pertimbangan kami, kalau ada perubahan tidak hanya harga crude, tetapi juga kekuatan pasar. Buying power ini penting bagi dunia usaha. Kalau tidak, nanti tujuan tidak tercapai,” ujarnya Rabu (5/9) kemarin.
Dia menjelaskan, porsi pengeluaran keperluan energi masyarakat mencapai 7,5 persen dari total pendapatan. ”Termasuk listrik, BBM, dan elpiji. BBM sendiri sekitar 4 sampai 4,5 persen. Kebutuhan sebulan motor kira-kira 16 liter,” katanya.
Kebutuhan BBM setiap tahun meningkat sebesar 4 persen seiring dengan pertumbuhan populasi. Pertamina pun melakukan sejumlah strategi untuk menjaga neraca keuangan tetap sehat guna menekan harga BBM tidak naik.
Salah satunya, impor crude atau minyak mentah cenderung berkurang, terutama solar, lantaran sebesar 20 persen digantikan biodiesel. Selama ini impor minyak mentah untuk diolah menjadi solar memang cukup tinggi. Yakni, sekitar 60 persen dari total kebutuhan solar per tahun sebesar 14 juta kiloliter (kl) di sektor ritel. Kinerja Pertamina juga terbantu dengan adanya tambahan subsidi solar maksimal Rp 2.000 per liter yang berlaku surut sejak awal tahun.
Selain itu, kebijakan yang mewajibkan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) untuk menawarkan minyak mentah bagian negara 100 persen kepada Pertamina diklaim membantu pengurangan impor minyak. ”Gunakan efisiensi dalam operasional yang menggunakan material impor, digantikan material dalam negeri,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut dia, TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) Pertamina secara keseluruhan 45–50 persen. Mayoritas keperluan Pertamina untuk infrastruktur pipa bisa dipasok perusahaan dalam negeri seperti Krakatau Steel.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengungkapkan, berdasar peraturan menteri ESDM tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar minyak, subsidi paling banyak Rp2.000 per liter. ”Menyesuaikan. Kalau harga minyak turun, ya bisa turun,” ucapnya.
Terkait dengan kebutuhan minyak mentah, saat ini sudah ada satu KKKS, yakni Energi Mega Persada (EMP), yang mau menjual minyak mentahnya ke Pertamina sebesar 2 juta barel minyak setahun. Di sisi lain, masih ada KKKS lainnya seperti Chevron, Medco, dan Saka Energi yang tengah melakukan pendekatan bisnis dengan Pertamina.
KKKS terbesar yang telah menjual mayoritas produksi minyaknya ke Pertamina adalah Exxon Mobil. Yakni, sebesar 181 ribu barel oil per day (bopd) atau 87 persen dari total produksinya.
Sementara itu, kementerian memastikan sejumlah proyek sektor migas tetap akan terus berjalan. Misalnya, proyek kilang maupun pembangunan jaringan gas dan pemberian konventer kit kepada nelayan.(vir/c20/fal/lim)