JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mempertimbangkan untuk menaikkan harga tiket apabila masa tatanan kehidupan baru atau era new normal berlangsung lama. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menuturkan bahwa kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Pasalnya, pada era new normal, maskapai harus menerapkan physical distancing. Keterisian penumpang pesawat yang maksimal 50 persen tentu menurunkan pendapatan maskapai.
"Kita distancing kan, kursi tengah dikosongkan. Jadi, penumpang Garuda ini seperti naik business class. Tapi tentu ada implikasi finansialnya, mungkin kita naikkan harga," terang Irfan dalam telekonferensi pers, Jumat (5/6).
Dia pun mengungkapkan, trafik penumpang anjlok hingga 90 persen. Maskapai juga mengandangkan 70 persen pesawatnya akibat turunnya trafik tersebut.
Kondisi turunnya trafik juga diperparah dengan ketidakpastian penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. "Revenue haji 10 persen, tentu saja kehilangan pendapatan signifikan. Dibandingkan hari ini juga turun drastis, pukulan besar bagi Garuda," tutur dia.
Pihaknya juga sudah melakukan sejumlah efisiensi agar usaha tetap berjalan di tengah pandemi. Salah satunya adalah merumahkan hingga menunda gaji karyawan.
Guna menopang bisnis Garuda, pemerintah sepakat menyalurkan dana talangan senilai Rp8,5 triliun. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mewanti-wanti, dana tersebut tidak dipergunakan membayar utang.
Sementara itu, persyaratan dan instrumen terkait pinjaman masih dibicarakan antara Kemenkeu dan Kementerian BUMN. "Belum ada kesepakatan dan persyaratan, tapi sinyal pertama ini (dana talangan) tidak boleh digunakan untuk membayar sukuk," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi