PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Wabah virus Covid-19 memporak-porandakan perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, akibat wabah tersebut, perekonomian nasional terancam mengalami resesi. Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Provinsi Riau Teguh Setiadi mengungkapkan, resesi memang tidak bisa terelakkan lagi, menurutnya mau tidak mau perekonomian akan mengalami pelambatan.
Kendati demikian, Teguh mengatakan ekonomi Riau masih bisa tumbuh positif. "Resesi tidak bisa kita elakkam lagi. Mau tidak mau kita akan mengalami pelambatan. Seberapa besar pelambatan tersebut, tergantung banyak faktor yang setiap masing-masing daerah berbeda," kata Teguh, Senin (3/7).
Teguh menjelaskan, dibandingkan daerah lainnya yang mengandalkan sektor jasa dan pariwisata, Riau masih bisa tumbuh positif karena sebagian besar ekonomi Riau ditopang oleh industri yang mendapatkan hambatan tidak sebesar jasa dan pariwisata. "Di new normal ini dalam konteks triwulan dua, ekonomi Riau mengalami hambatan, tapi tidak sampai negatif," ujar Teguh.
Lebih lanjut, Teguh memaparkan pemulihan ekonomi Riau bergantung oleh banyak hal. Selain dari pemerintah yang menangani Covid-19, masyarakat juga harus turut serta mematui peraturan protokol kesehatan agar dapat menekan penyebaran Covid-19. "Kalau kesadaran masyarakat belum terbentuk, tantangan bagi pemerintah akan berat," ucap Teguh.
Teguh memaparkan, perekonomian Riau terdeselerasi dengan cukup signifikan. Pada triwulan I 2020, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 2,24 persen (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2019 yang sebesar 2,91 persen (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera dan nasional yang masing-masing tercatat melambat dari 4,61 persen (yoy) dan 4,97 persen (yoy) pada triwulan IV 2019 menjadi 3,25 persen (yoy) dan 2,97 persen (yoy) pada triwulan I 2020.
Dari sisi penggunaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I 2020 bersumber dari penurunan konsumsi pemerintah dan perlambatan pembentukan modal tetap bruto PMTB. Berkontraksinya konsumsi pemerintah diakibatkan oleh dana transfer dari pemerintah pusat yang terlambat ditransfer karena diprioritaskan untuk penanganan Covid-19 yang berpengaruh pada penundaan perencanaan pengadaan proyek dan pengadaan.
Sementara, perlambatan PMTB diperkirakan sejalan dengan potensi spillover penurunan PDB Tiongkok ke negara lain serta outbreak virus Covid-19 yang berpengaruh cukup signifikan di Malaysia dan Singapura, kontributor utama investasi di Provinsi Riau.
Dari sisi lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi yang melambat didorong oleh kontraksinya LU perdagangan besar dan eceran serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Pertumbuhan perdagangan besar dan eceran yang terdeselerasi secara signifikan dengan penurunan penjualan pada kelompok makanan, minuman dan tembakau serta barang budaya dan rekreasi sejalan dengan kebijakan physical distansing.
Selain itu, melemahnya daya beli masyarakat seiring dengan menurunnya harga CPO dan kelapa sawit turut mendorong penurunan kegiatan jual beli. Sejalan dengan hal tersebut, LU penyediaan akomodasi dan makan minum juga mengalami kontraksi akibat penurunan wisatawan dan occupancy rate hotel serta pembatalan kamar, iven, dan paket tour yang meningkat signifikan di Maret 2020.
Memasuki triwulan II 2020, perekonomian Riau diperkirakan terdeselerasi cukup signifikan dibandingkan realisasi triwulan I 2020. Penurunan dari sisi penggunaan diperkirakan bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan net ekspor luar negeri.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan deselerasi pada triwulan II 2020 akibat pembatasan kegiatan jual beli dan penurunan daya beli masyarakat akibat penurunan harga komoditas sawit dan karet. Sedangkan penurunan konsumsi pemerintah didorong oleh kebijakan work from home untuk ASN, pembatalan acara workshop dan rapat koordinasi, serta terhambatnya pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya penurunan dari net ekspor luar negeri didorong oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia terutama negara-negara tujuan ekspor Riau, seperti Eropa, India, dan Cina serta penurunan harga komoditas CPO dan karet. "Penurunan pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam ditopang dengan peningkatan ekspor antar daerah dengan distribusi B-30 dari Riau ke provinsi-provinsi lain di Indonesia," tutur Teguh.(anf)