JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Keputusan pemerintah terkait dengan harga BBM bersubsidi belum jelas. Di saat yang sama, angka konsumsi terus melonjak. Kondisi itu memicu kekhawatiran akan habisnya kuota BBM bersubsidi sebelum akhir tahun.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan, volume konsumsi pertalite maupun solar subsidi terus meningkat. "Penyaluran pertalite hingga Agustus sudah mencapai 19,5 juta kl (kiloliter) dari kuota 23,05 juta kl," ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Jumat (2/9).
Hal yang sama terjadi untuk solar subsidi. Dari kuota 14,9 juta kl yang ditetapkan tahun ini, sampai Agustus ini sudah dikonsumsi 11,4 juta kl. Dengan kondisi tersebut, kuota pertalite hanya tersisa 3,55 juta kl. Sementara itu, kuota solar subsidi tinggal 4 juta kl.
Dengan kalkulasi itu, sudah barang tentu kuota BBM bersubsidi akan habis dalam waktu dekat. "Tentu (akan habis sebelum akhir tahun). Apabila tidak ada pengaturan lebih lanjut dan volume konsumsi tetap seperti biasa," jelasnya. Pertamina masih menunggu keputusan pemerintah terkait dengan tindak lanjut kondisi itu.
Sedangkan di Riau, kuota per 28 Agustus 2022 nyatanya sudah melebihi total kuota penyaluran. "Per 28 Agustus, Riau, untuk biosolar itu sudah sampai 597 ribu kiloliter untuk realisasinya ya. Persentasinya sudah 75,1 persen dari total penyaluran. Khusus pertalite, itu sudah mencapai realisasinya 674.900-an kiloliter. Itu kalau dipersentasekan 83,7 persen dari total kuota yang harus disalurkan," terang Humas Pertamina Patra Niaga Regiobal Sumbagut Imam Muhammad.
Angka tersebut dikatakannya melebihi angka penyaluran yang seharusnya. "Seharusnya per 28 Agustus itu, penyalurannya 65,7 persen. Artinya, untuk biosolar ini kita sudah over 9,4 persen dan pertalite over 18 persen dari kuota penyaluran yang seharusnya," jelasnya lagi.
Banyak faktor di antaranya perekonomian Riau yang mulai membaik pascapandemi. Aktivitas meningkat sehingga demand BBM bersubsidi pun meningkat. Namun pihaknya juga melihat bahwa BBM bersubdisi masih dinikmati oleh orang yang mampu
Di sisi lain, Provinsi Riau tercatat sebagai provinsi dengan pendaftar program Subsidi Tepat MyPertamina terbanyak di luar Pulau Jawa. Hingga kini, sudah ada sekitar 33.500 kendaraan yang terdaftar. Dengan rincian 22.900 pengguna pertalite dan sekitar 10.500-an pengguna biosolar. Angka itu sekaligus mencatat Riau menjadi provinsi nomor 7 terbanyak pendaftar Program Subsidi Tepat di Indonesia.
Ia pun memberikan apresiasi atas hal tersebut. "Terima kasih untuk masyarakat Riau yang sudah mendukung program Subsidi Tepat," ujarnya di sela sesi interaktif bersama RRI, Kamis (1/9).
Ia juga menjelaskan, program Subsidi Tepat ini diterapkan oleh pemerintah agar pemberian BBM bersubsidi bisa tepat sasaran. "Kita berbicara volume atau kuota yang terbatas. Bicara subsidi, ada kompensasi yang menjadi beban Negara sehingga penyalurannya ini harus tepat sasaran," ujarnya.
Di samping itu, menurutnya dengan Subsidi Tepat, penerima pun bisa terdaftar dan terverifikasi sehingga mengurangi potensi penyalahgunaan BBM bersubsidi. "Jadi yang berhak dapat terfasilitasi," sambungnya lagi.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk mendaftar program ini, bukan hanya melalui aplikasi My Pertamina, melainkan bisa melalui website Subsidi Tepat. "MyPertamina bukanlah kewajiban untuk pengguna BBM bersubsidi. Itu hanya salah satu opsi untuk mendaftar program Subsidi Tepat. Di mana dalam aplikasi itu ada fitur yang ngelink dengan Subsidi Tepat," paparnya.
Ia juga meluruskan bahwa MyPertamina hanyalah opsi untuk pembayaran nontunai. Bukan berarti, dengan menunduh MyPertamina, otomatis akan mendapatkan BBM bersubsidi. Melainkan harus mendaftar di fitur Subsidi Tepat yang ada di aplikasi tersebut.
Memang banyak masyarakat yang belum mengetahui hal tersebut. Karena itu pihaknya terus melakukan sosialisasi dan menyediakan booth konsultasi di SPBU agar informasi tersebut bisa tersebar luas.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menuturkan, pemerintah tentu harus menimbang berbagai dampak dari kebijakan yang akan dibuat.
"Kalau kuotanya tidak ditambah, berarti harganya naik. Atau harus menambah kuota. Nah, kalau menambah kuota ini kan harus menambah subsidi. Dua-duanya punya risiko besar," ujarnya kepada Jawa Pos, Jumat (2/9).
Faisal menjelaskan, dua keputusan itu bak buah simalakama. Sebab, ada risiko fiskal dan risiko terhadap ekonomi yang pasti terjadi. Namun, dari dua risiko itu, akan lebih berat risiko terhadap ekonomi. Sebab, dampak yang dibawa lebih besar kepada masyarakat.
Di sisi lain, menambah kuota atau menaikkan harga juga bukan pilihan yang mudah. "Nah, sekarang itu tidak tepat kalau menaikkan harga. Lebih baik menambah kuota karena risikonya bisa lebih di-manage," ujarnya.
Belum juga diputuskannya harga baru BBM bersubsidi tentu membawa dampak. Setiap pelaku usaha juga akan mengambil sikap wait and see terhadap kondisi yang ada.
Justru, lanjut Faisal, tak kunjung diumumkannya kenaikan harga BBM itu menunjukkan bahwa pemerintah betul-betul menyadari dampak besar yang sudah menanti di depan mata.
"Ya, memang sudah betul harus berhati-hati, jangan buru-buru. Tapi juga harus ada keputusan yang jelas. Semua butuh kepastian, ini jadi naik atau tidak. Soalnya, kalau benar naiknya 30 persen kan juga besar itu," jelas Faisal.
Di tempat lain, Menteri Sosial Tri Rismaharini membeberkan soal BLT (bantuan langsung tunai) BBM. Menurut dia, penerima BLT BBM merupakan masyarakat yang juga menerima PKH (program keluarga harapan) atau BPNT (bantuan pangan nontunai). "Data sudah di kantor pos. PT Pos Indonesia yang menyalurkan," katanya, kemarin.
Alasan pemberian bantuan sosial itu adalah harga bahan pokok yang mulai naik. Dengan bantuan tersebut, Risma berharap dapat membantu masyarakat yang tidak mampu.
Ketika ditanya apakah tepat sasaran, Risma menjelaskan bahwa data yang dimiliki Kementerian Sosial diperbarui tiap bulan. Data yang dimaksud adalah data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). "Daerah yang mengusulkan. Lalu kami kroscek di data kependudukan apakah ada yang meninggal atau lahir," ujarnya.
Soal apakah bantuan itu berkelanjutan, Risma tidak berani berjanji. "Kita lihat ke depan seperti apa," katanya.
Presiden Joko Widodo pun kemarin kembali melanjutkan safari untuk memberikan BLT BBM. Kali ini di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. "Saya harapkan dengan suntikan BLT BBM ini, daya beli masyarakat dapat terjaga dengan baik," ucapnya. Jokowi berharap bantuan tersebut tidak dibelikan kebutuhan tersier.
Berkali-kali Jokowi menyatakan bahwa kenaikan harga BBM tak ingin serampangan, harus dihitung betul. "Hari ini (kemarin, Red) akan diserahkan kepada saya mengenai hitung-hitungan dan kalkulasinya," katanya.(dee/lyn/c19/ttg/das)
Laporan: JPG dan SITI AZURA, Jakarta dan Pekanbaru