JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kinerja bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih tertekan. Pandemi Covid-19 memaksa sekitar 48,6 persen UMKM tutup sementara. Demikian hasil survei Asian Development Bank (ADB) tahun lalu dalam laporan bertajuk Impact of Covid-19 on MSMEs’.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa UMKM sejatinya adalah salah satu ujung tombak perekonomian Indonesia. "Untuk memenangkan persaingan pada masa pandemi, pelaku UMKM perlu berinovasi dalam memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar," ungkapnya, pada akhir pekan.
Idealnya, lanjut dia, para pelaku usaha dan UMKM dapat mengembangkan berbagai gagasan baru di bidang kewirausahaan sosial. Dengan demikian, mereka bisa menjadi bagian dari solusi untuk berbagai masalah sosial dan ekonomi akibat pandemi.
Hingga akhir 2020, pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) telah menyerap anggaran dukungan UMKM sebesar Rp112,44 triliun. Itu setara dengan 96,7 persen dari pagu yang sebesar Rp123,47 triliun. Tahun ini, pagu anggaran naik menjadi Rp184,83 triliun. Di dalamnya, ada anggaran untuk korporasi juga.
Airlangga menyatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia (NPI) 2020 surplus 21,74 miliar dolar AS. Itu merupakan surplus tertinggi sejak 2012. "Namun, sesuai data, kontribusi UMKM terhadap ekspor hanya sebesar 14,37 persen. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan negara lainnya di Asia," ungkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, kini pemerintah sedang berupaya memacu ekspor. Antara lain dengan menjaga pasar ekspor, fokus pada pelaku UMKM yang berorientasi ekspor, melakukan penetrasi ke pasar nontradisional, utilisasi PTA/FTA/CEPA, serta reformasi regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja.
"Dukungan pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM dilakukan melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. Selain itu adalah kemudahan izin berusaha, sertifikasi, dukungan promosi, informasi pasar ekspor dan kemudahan akses pasar, serta dukungan permodalan," urai Musdhalifah.
Pemerintah juga menginisiasi sejumlah program untuk menciptakan pelaku ekspor baru dari kalangan UKM. Ada pula pembinaan bagi pelaku usaha berorientasi ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Juga, fasilitasi UKM pedesaan untuk ekspor melalui business matching dengan pelaku usaha swasta dan eksportir.
Menurut Musdhalifah, peningkatan kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci dalam mendorong peningkatan daya saing UMKM ke pasar global. "Diharapkan berbagai kebijakan yang telah kami buat dapat mengakselerasi pencetakan eksportir baru," tuturnya.(dee/c17/hep/das)
Laporan : JPG (Jakarta)