PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Suatu hari Raisa hendak memasak pucuk ubi di kos-kosannya. Beberapa bulan lalu, ia memang menanam beberapa batang ubi di belakang kosnya.
Pagi itu, ia pergi ke halaman belakang untuk memetik pucuk ubi. Setelah mendapatkan segenggam pucuk ubi, tiba-tiba datang pria paruh baya yang marah-marah kepadanya.
Ia mengomeli Raisa karena memetik pucuk ubi di lahannya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dengan nada tinggi, ia mengatakan jika sebulan yang lalu pemilik kos telah menjua lahan tersebut kepadanya.
Karena gugup dan takut serta tidak tahu akan hal itu, Raisa pun buru-buru meminta maaf kepada pria tersebut dan menjelaskan jika ia tidak tahu, dan berjanji tidak akan memetik lagi pucuk ubi di lahan tersebut.
Bukannya menerima permintaan maaf Raisa, pemilik lahan semakin marah. Ia mengatakan Raisa tidak punya sopan santun, dan tidak pernah menegurnya selama mengekos di sana. Tak lupa ia mengancam akan lapor ke polisi terkait pucuk ubi tersebut.
"Kamu nggak percaya, ya? Saya bisa bawa surat-suratnya sekarang," tuturnya.
Mendengar hal tersebut, Raisa sangat kesal. Ia sudah meminta maaf secara baik-baik, alih-alih berdamai, justru pria itu mengatakan hal-hal aneh. Akhirnya Raisa memutuskan berbalik badan menutup pintu dan tak menggubris perkataan pria tersebut.
"Alamaak...! Segitunya. Dasar aneh," ucapnya dalam hati.(anf)