“Oke kalau sekadar informasi awal. Tapi reklame tak akan mengangkat suara pemilih kepada calon bersangkutan,” imbuhnya.
Cara yang paling efektif menarik simpati dan elektabilitas adalah dengan bertatap muka langsung dengan calon pemilih. Memang diperlukan tenaga dan uang yang tak sedikit. Namun, hasilnya lebih nyata. Dari penelitiannya, dengan berinteraksi langsung dengan calon pemilih, seorang caleg mampu mengangkat 80 persen suara.
“Jadi daripada menghamburkan uang buat reklame, lebih baik dananya disalurkan untuk bertemu langsung dengan calon pemilih,” sebut Sonny.
Selain tatap muka langsung, masih ada metode kampanye yang menurutnya efektif. Menggunakan media surat kabar atau koran. Koran disebut mudah diakses karena tak memerlukan jaringan internet. Apalagi memiliki pembaca setia dengan status ekonomi beragam.
“Meski bukan pembeli koran, calon pemilih pasti akan membaca. Baik itu di tempat kerja atau fasilitas publik yang menyediakan koran. Dan itu tak masalah kalaupun koran bekas. Yang penting bentuk kampanyenya dibaca,” ungkapnya.
Penggunaan media sosial (medsos) juga bisa dilakukan dengan bijak. Khususnya untuk menarik simpati generasi milenial. Asal dilakukan dengan cara bijak tanpa membuat konten yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian apalagi hoaks. Juga lebih berhati-hati terhadap kampanye hitam dari oknum-oknum yang menggunakan akun palsu.
“Jika memang targetnya generasi milenial, medsos efektif digunakan. Sebab, pengguna aktifnya berusia antara 17–35 tahun. Sementara di atas itu lebih banyak pengguna pasif,” bebernya.
Tapi medsos, sekali lagi, bukan pendekatan utama. Tatap muka dengan calon pemilih tetap harus diprioritaskan. Dana kampanye sebaiknya digunakan untuk membuat forum diskusi atau menciptakan kegiatan untuk mengumpulkan massa. Tak harus banyak dalam satu kegiatan. Yang penting berkelanjutan dan menyasar pada isu yang diinginkan calon pemilih.