JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Hingga Desember 2018, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyiapkan 2,4 juta ha untuk redistribusi lahan reforma agraria dari kawasan hutan khususnya Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Sebagaimana tertuang Dalam RPJMN tahun 2015-2019, redistribusi lahan yang berasal dari kawasan hutan telah ditetapkan seluas 4,1 juta ha, berasal dari penguasaan tanah masyarakat di dalam kawasan hutan yang termasuk Kategori Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) melalui Tim Inver, dan yang termasuk Kategori Non Inver PTKH melalui Tim Terpadu.
“Sampai Desember telah mencapai luasan 2,4 juta ha yang berasal dari hasil pelaksanaan terhadap kategori Inver PTKH seluas ± 993.199 Ha, dan dari hasil pelaksanaan terhadap kategori Non Inver PTKH lebih kurang seluas 1.407.466 Ha,”, ucap Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Sigit Hardwinarto, dalam acara Media Briefing di Jakarta, Jum’at (5/4) kemarin.
Realisasi Inver PTKH meliputi 4 kriteria, dimana saat ini hasilnya akan diserahkan kepada Gubernur, dengan rincian pertama, Permukiman Transmigrasi beserta fasos-fasumnya yang sudah memperoleh persetujuan prinsip seluas 328.954 Ha (sudah terbit 50 SK Transmigrasi pada 269 lokasi meliputi 78 Kabupaten dan 23 provinsi seluas 264.578 ha, berikutnya sedang dilaksanakan Inver di daerah oleh Tim Inver seluas 64.376 ha), kedua Permukiman, fasos dan fasum seluas 416.227 Ha (Realisasi dari hasil penataan batas kawasan hutan pada 21 provinsi seluas 307.516 ha dan sedang dilaksanakan Inver di daerah oleh Tim Inver seluas 108.711 ha), ketiga Lahan garapan berupa sawah dan tambak rakyat seluas 64.310 ha dan keempat Pertanian lahan kering yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat setempat seluas 183.709 Ha.
Sementara untuk realisasi kategori Non Inver PTKH meliputi 3 kriteria, dan telah diterbitkan SK Pencadangan HPK tidak Produktif oleh Menteri LHK, yaitu Alokasi TORA dari 20 persen Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan seluas 429.358 ha untuk perkebunan pada 14 provinsi sebanyak 195 unit, kedua Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) tidak produktif seluas 938.879 ha pada 20 Provinsi dan ketiga, Program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru seluas 39.229 pada 5 provinsi.
Ditegaskan Sigit bahwa subyek penerima TORA dari kawasan hutan terdiri atas perorangan, kelompok masyarakat dengan kepemilikan bersama,badan hukum/badan sosial/keagamaan, instansi, atau masyarakat hukum adat.
Dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden terkait permukiman di kawasan hutan dan areal Hak Guna Usaha, dikatakan Sigit Kementerian LHK sedang dan telah menyusun langkah-langkah Penyelesaian Permukiman di Kawasan Hutan dan Areal Konsesi melalui 3 skema, yakni Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan / PPTKH sesuai Perpres No. 88 Tahun 2017 pada provinsi yang Kawasan hutannya di atas 30 persen, Tukar menukar Kawasan hutan (TMKH) apabila telah memiliki dan memohon title hak atas arealnya mengacu pada Permen LHK No. 97 Tahun 2018 mengacu dan Pemberian Izin Penggunaan Kawasan/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sesuai Revisi Permen LHK No. 27 Tahun 2018.
Jika berada pada Kawasan Konservasi dapat melalui Kerjasama dalam Zona Tradisional atau Resettlement, dan jika dalam areal konsesi diantaranya dilakukan melalui addendum Rencana Pengusahaan /RKU.
Ditambahkan Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono bahwa berdasarkan Perpres tidak seluruh hasil Inver dan non Inver menjadi TORA, sebagian ada yang direkomendasikan menjadi perhutanan sosial sesuai kebutuhan masyarakat. Di kawasan lindung bisa dalam bentuk skema Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa, sementara di Kawasan hutan produksi bisa menjadi Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat.
“Pada akhirnya semua upaya ini untuk menuju kepastian kawasan hutan, kepastian hukum bagi pengelola, dunia usaha, BUMN dan masyarakat, dan kepastian usahanya sehingga kemakmuran masyarakat dapat terwujud”, pungkas Bambang.(adv)