Malware Masih Jadi Ancaman Serius Pengguna Ponsel Pintar di Indonesia

Teknologi | Rabu, 09 November 2022 - 03:00 WIB

Malware Masih Jadi Ancaman Serius Pengguna Ponsel Pintar di Indonesia
Ilustrasi: Malware bahaya mengintai ponsel pintar kita. (PCMAG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Selama paruh pertama tahun 2022, Kaspersky mengklaim telah berhasil mendeteksi dan memblokir sebanyak 79.442 serangan malware yang menargetkan perangkat seluler di Indonesia (tidak termasuk adware dan riskware). Jumlah tersebut turun 66 persen dibandingkan 232.483 deteksi pada periode yang sama tahun lalu.

Melalui laporan terbarunya, Kaspersky juga mengaku melihat kemampuan penjahat siber untuk menyebarkan elemen berbahaya ini dengan menciptakan skema yang semakin beragam. Hal ini dibuktikan dengan temuan Kaspersky bahwa banyak aplikasi palsu yang berbeda didistribusikan melalui toko aplikasi resmi. Tidak jarang aplikasi yang diterbitkan di toko disertai dengan peringkat yang sempurna dengan semua ulasan palsu positif yang diposting di halaman.


Selain itu, untuk enam bulan pertama tahun 2022 saja, Indonesia berada di peringkat ke empat secara global dalam hal ancaman seluler.

“Pakar keamanan kami baru-baru ini mengungkapkan kampanye kriminal siber aktif yang menargetkan pengguna perangkat seluler di wilayah Asia Tenggara mencakup malware Harly, Anubis, dan Roaming Mantis,” kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.

Harly adalah Trojan Subscriber yang menargetkan pengguna di negara-negara Asia Tenggara. Trojan tersebut dapat membuat pengguna berlangganan layanan berbayar tanpa sepengetahuan mereka.

Sementara Anubis menggabungkan Trojan mobile banking dengan fungsionalitas ransomware untuk memeras lebih banyak uang dari korbannya. Sementara Roaming Mantis, merupakan kelompok terkenal yang secara aktif menargetkan pengguna Android dan iOS.

“Ini menunjukkan bahwa terlepas dari jenis perangkat yang kita gunakan, penjahat dunia maya dapat menginfeksi ponsel cerdas kita, kemudian mencuri semua data dan uang di dalamnya, dan bahkan mengakses atau bahkan menghapus pesan, email, foto pribadi, dan lainnya,” imbuh Siang Tiong.

Dengan pekerjaan jarak jauh hibrida yang juga memungkinkan karyawan untuk mengakses email kerja melalui perangkat seluler mereka, risiko keamanan juga dikatakan semakin meluas baik untuk individu hingga pelanggaran tingkat perusahaan.

Sebagai informasi, saat ini, banyak perusahaan mengizinkan penggunaan perangkat pribadi untuk tujuan bisnis mulai dari panggilan bisnis yang dilakukan di telepon pribadi hingga koneksi jaringan perusahaan di laptop rumah.

Jenis kebijakan ini dikenal sebagai Bring Your Own Device (BYOD). Setelah wabah yang memupuk sistem kerja yang lebih fleksibel, praktik ini kini semakin meluas secara global dan di Indonesia.

Sebuah survei juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki proporsi yang besar (35 persen) dalam hal penggunaan perangkat pribadi untuk bekerja dari rumah. Bagi perusahaan yang tidak memiliki kebijakan BYOD, ini dapat menjadi ancaman serius.

Alih-alih membawa perangkat Anda sendiri, kebijakan dapat dengan cepat berubah menjadi Membawa bahaya bagi Anda sendiri. Selain itu, seiring pekerjaan sistem hibrida dan jarak jauh terus menjadi norma pascapandemi, perusahaan kini menghadapi kebutuhan untuk memikirkan kembali dan mendefinisikan ulang kebijakan Bring Your Own Device (BYOD) mereka.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook