BANDA ACEH (RIAUPOS.CO) - Dua nisan diangkat, menggunakan tangan kosong, kadang kala mereka meraihnya dengan tali yang ditarik ramai-ramai. Air yang disedia dalam ember, mereka siram dan sikat nisan berpahat kaligrafi Arab itu, lalu mereka membaca satu persatu pesan lama dari batu. Berjuang merumus kembali Bandar Aceh Darussalam.
Beginilah kegiatan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) yang setiap hari Ahad melakukan gotong royong yang disebut dengan ‘Meuseuraya.’ Mapesa tidak menunggu APBA atau APBK cair, wajah-wajah ikhlas itu senantiasa bekerja menata nisan leluhur. Walau pemerintah juga terkadang membantu secangkir kopi.
Pagi itu, saat penulis mengikuti Meuseuraya, matahari bersinar masih tanggung, angin yang tidak begitu kencang, memercikkan air dari dedaunan hijau pohon yang rindang baru dibasahi hujan. Nisan dengan kaligrafi Arab dan berseni pahat indah, terlihat tidak lagi beraturan dibawah tumpukan dedaunan dan ranting pohon patah, sekilas, tumpukan ranting tersebut adalah hasil dari kebaikan tangan manusia.
Setiap orang yang terlibat dalam kerja pelestarian itu, membawa bekalnya masing-masing, yang bukan lain, adalah cinta dan ketulusan. Berbekal cinta dan ketulusan itu sajalah mereka berupaya mengangkat payung pelindung di atas berbagai peninggalan sejarah Aceh.
Mereka yakin, peninggalan sejarah Aceh Darussalam merupakan warisan umat manusia dan sejarah Islam yang mencapai martabat istimewa dan wajib dilestarikan.
Hasrat kuat Mapesa untuk melestarikan warisan sejarah Aceh telah diterjemahkan dalam wujud kerja nyata semenjak lembaga swadaya masyarakat ini berdiri pada 2012. “Rekan-rekan semuanya di sini, bekerja suka rela, kita kumpul uang untuk beli kopi dan kue,” kata Mizuar salah satu pengurus Mapesa di sela-sela Meuseuraya.
Tak hanya kopi dan kue, bulukat juga mereka buat untuk meuseuraya. Biasanya, anggota Mapesa juga punya inisiatif sendiri untuk membawa makanan, bahkan hingga rokok pun juga.
Bukan sekadar membersihkan, mereka juga membaca kaligrafi-kaligrafi yang tertulis pada nisan tersebut, serta mempublikasikan melalui media sosial dan website resminya. Arkeolog juga ada dalam tim ini.
Mengawali kerja kepengurusan Mapesa periode 2016-2018, lembaga yang diisi para pegiat muda ini memikul tanggung jawab tambahan. Mapesa telah diajak untuk berperan dalam proses perancangan Qanun Kota Banda Aceh tentang Pelestarian Cagar Budaya; salah satu dari 5 qanun prioritas usulan DPRK Banda Aceh.
Suatu hal yang lantas betul-betul disadari Mapesa ialah tanggung jawabnya yang sekarang menjadi ekstra berat lantaran mesti mengangkat payung penaung di atas sebuah kota pusaka yang sudah berumur ratusan tahun. Hal itu disampaikan Taqiyuddin Muhammad, tim Ahli Mapesa.(mai/rpg)