“Usai dilantik, kami disebar ketujuh daerah terpencil di Indonesia, seperti Mentawai, Karawang, Pasuruan, Lindu, Ogotua, Berau, dan saya ditugaskan ke Pulau Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur,” ujar anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Payakumbuh bidang Hukum dan Pembelaan Anggota yang pernah tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Peduli AIDS, BEM FK Udayana, dan Islamic Medical Activist (IMA) FK Udayana.
Tiga bulan pertama di Pulau Ende, dia tidak bisa berbuat apa-apa. “Akses transportasi hanya sepeda motor di pesisir pantai. Kalau ke pulau lain, harus menggunakan perahu kecil dengan ombak besar,” kata suami dari dr Dwi Yanti Fioni Putri ini.
“Sebagai tenaga kesehatan, kita mengupayakan pemenuhan pelayanan kesehatan dan penyuluhan hidup sehat. Sekaligus memberdayakan masyarakat,” ujar dokter Hari yang pernah mengikuti Vscan for GeneralPracticioner di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dan Team Building and Leadership Training oleh Daya Dimensi Indonesia serta Medical Emergency Action, Basic Pediatric, and Community Medicine Training di RSCM Jakarta.
Selama di Ende, dia terbiasa mengonsumsi ubi sebagai makanan pokok. Dan meminum air payau karena sulit menemukan air tawar. “Ubi nobosi itu makanan paling enak bagi penduduk setempat,” kata pimpinan puskesmas termuda di Kota Payakumbuh.
Selama mengabdi di Pulau Ende, penduduknya masih mempercayai dukun. Dia pun berusaha menjadikan dukun sebagai mitra tanpa melarang penduduk berobat ke sana. “Pendekatannya kita sebagai tenaga kesehatan hanya bisa memberikan saran dan informasi kepada dukun di sana bagaimana penanganan yang baik, steril, dan tidak infeksi. Sebab, penduduk di sini masih menjadikan dukun dalam mengatasi masalah kesehatan,” kata dokter Hari yang pernah bekerja di RS Bhakti Rahayu Denpasar dan dosen di Akbid Widya Husada Payakumbuh tersebut.
Dalam waktu dua bulan, Hari dan tim berhasil menurunkan prevelensi kasus rokok yang tinggi. Dari 86 persen turun menjadi 72 persen.***