Dia menduga pihak kepolisian menutup-nutupi informasi kondisi Harmein kepada keluarga. "Hak keluarga untuk mengetahui kenapa Harmein ditahan, dan bagaimana kondisi Harmein," imbuhnya.
Wengki mengatakan, informasi yang diberikan polisi yang bertugas menjaga Harmein di RSUP M Djamil kepada keluarga, saat penangkapan Harmein melawan dan mencoba kabur, lalu kemudian jatuh masuk jurang hingga mengakibatkan dia kritis sampai kini.
"Namun secara resmi pihak polres belum memberikan informasi kepada keluarganya tentang apa yang terjadi terhadap Harmein," jelasnya.
Ditambahkan Wengki, keterangan dari petugas tersebut jika dibandingkan dengan surat penangkapan dan penahanan, tidak menyambung. PBHI menduga kondisi yang dialami Harmein terjadi saat di tangan pihak kepolisian. "Tidak mungkin orang yang kritis waktu penangkapan malah dibuat surat penahanan dan BAP-nya, padahal tersangka sedang kritis dan dirawat," jelas dia.
Selain itu, kata Wengki segala biaya perawatan Harmein selama di RSUP M Djamil ditanggung pihak keluarga. "Karena status Harmein kini sebagai tahanan, seharusnya itu menjadi tanggungan polisi. Kasus tersebut merupakan pelanggaran hukum dalam dalam proses penegakan hukum, dan dapat mencoreng dunia penegakan hukum di Sumbar.
PBHI akan mengawal kasus ini dan melakukan investigasi lebih lanjut,” jelasnya.
Temuan-temuan tersebut akan dilaporkan ke Komnas HAM dan Propam Polri. "Kita mengapresiasi penegakan hukum yang dilakukan kepolisian, namun jika dalam penegakan hukum itu jatuh korban, ini jelas salah. Jika yang bersangkutan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?" tanya Wengki.
Sementara itu, kakak kandung Harmein, Yonishar mengatakan sebelum melapor ke PBHI, dia sudah melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM. "Kalau memang adik saya salah, silakan proses sebagaimana mestinya. Tapi dalam proses penegakan hukum adik saya dianiaya sampai koma, itu yang jadi masalah,” ucapnya.