PASAMAN (RIAUPOS.CO) - Seorang Bayi tiga bulan dilaporkan meninggal dunia diduga akibat terpapar asap. Salsabila Nadifa, nama bayi itu disebutkan meninggal di RSUD Lubuksikaping, Pasaman Sumatera Barat, Kamis (22/10/2015). Kepergian Salsabila tak pelak membuat ibunya Asmarani (23) bersedih.
Kamis sore, sambil menangis, Asmarani menggendong Salsabila Nadifa yang sudah tiada. Dia tak bergerak, juga tak bernafas. Sekujur tubuhnya membiru. Kata dokter, meninggal karena terpapar kabut asap. Tubuh mungilnya tak kuasa menahan paparan hasil pembakaran hutan itu. "Nak, bangun," ucap Asmarani lirih. Namun terlambat, Salsa sudah pergi selamanya.
Asmarani seakan tak percaya kalau buah hatinya yang ditutup dengan kain batik, telah tiada. Berkali-kali dia memanggil nama anaknya. Mencoba menggoyang jasad digendongan. Barangkali, harapannya, sang anak hanya kritis, atau tertidur, sehingga bisa bangun kalau diguncang atau dipanggil namanya. Tapi, semua itu sia-sia. Salsa tak bangun, sesuai harapan Asmarani.
Dokter RSUD Lubuksikaping sebenarnya sudah berusaha menyelamatkan. Mencoba segala cara agar sang anak bisa bertahan dan hidup normal. Tapi, harapan tim medis tak sesuai kenyataan. Salsa dipanggil Sang Kuasa. Dia pergi, meninggalkan orang-orang yang mencintainya. Diyakini, Salsa yang tinggal bersama orangtuanya di daerah Hutanauli, Nagari Tarung-tarung, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman meninggal karena terlalu banyak menghirup kabut asap hasil pembakaran hutan.
Hal itu diperkuat keterangan dr Khairunnisa, dokter yang menangani Salsa. Katanya, ada masalah di paru-paru bayi itu. Dari ciri-ciri ditemukan ada indikasi korban tewas akibat terpapar asap. "Begitu tiba di RSUD, badan anak sudah membiru, mengindikasikan ada gejala paru-paru dan badan lemas. Denyut jantung empat puluh per menit. Kondisi bayi sudah kritis. Kita menangani bayi sekitar 10 menit, dan nyawanya tak tertolong lagi pada pukul 16.00 WIB,” terang dr Khairunnisa yang ikut serta meneteskan air mata. Sedihnya dalam juga.
Mendengar ucapan dokter, isak tangis orangtua dan kerabat korban membuncah. Ayah Salsa, Gusrizal (29), hanya bisa tercenung di depan inkubator, tempat jasad Salsa diletakkan di sana. Perlahan, lututnya goyah. Dia berlutut, di depan jasad anaknya. Tangannya menggapai-gapai. Mencoba meraih tubuh buah hatinya itu. “Salsa,” tuturnya pilu. Orang-orang yang ada di ruangan tak kuasa melihat Gusrizal di depan mayat anaknya. Begitu haru.
Duka Asmarani begitu dalam. Sedalam penyesalannya karena pernah membawa sang anak keluar rumah ketika asap pekat menyerang. Sebagai ibu, rasa pedih ketika melahirkan, rasanya belum terbayar. Salsa pergi kala kedua orangtuanya, sedang dipuncak bahagia. Maklum, Salsa merupakan anak pertama Asmarani dengan suaminya Gusrizal (29). Itu pun setelah menunggu dua tahun.
"Sejak lahir kondisi anak saya sehat-sehat saja. Namun, pagi sebelum ia meninggal dia saya bawa bermain ke luar rumah, di saat kabut asap begitu pekat," ujar Asmarani.