SIAK (RIAUPOS.CO) - Belum berhasil ditangkap buaya yang masuk ke objek wisata di Kampung Sawit Permai, Dayun, kini buaya di Dusun Mungkal, Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, memangsa warga bernama Nizam (60), yang merakit tual sagu.
Nizam warga Kepulauan Meranti ini, merakit sagu bersama teman di Tanjung Jangkang, Dusun Mungkal, Nizam dinyatakan hilang, setelah sebelumnya buaya memangsanya.
Demikian dijelaskan Ketua Tim Animal Rescue yang juga Kabid Damkar BPBD Siak, Irwan Priatna.
Atas informasi itu, dia turun bersama timnya. Lalu melakukan pencarian terhadap korban.
''Informasi yang kami dapat dari rekan korban, korban diserang buaya pada pagi hari. Tapi yang pasti, rekan korban kehilangan korban pada Senin (20/2) sekitar pukul 09.00 WIB,'' ujarnya.
Sebenarnya para pekerja beberapa kali melihat buaya, tapi karena tidak mengganggu, aktivitas mengikat tual sagu terus berlangsung.
''Namun, pagi itu nahas bagi korban, korban dimangsa, kami masih terus melakukan pencarian,'' terangnya.
Irwan Priatna mengajak warga dan perangkat Kampung Penyengat untuk bersama-sama melakukan pencarian.
''Kami juga meminta BBKSDA dan Polri ikut membantu pencarian korban,'' katanya.
Disebutkan Irwan, semoga korban dapat segera ditemukan, sehingga jelas kondisinya saat ini.
Sebenarnya, pihaknya akan ke Kampung Sawit Permai untuk melakukan pencarian buaya yang masuk ke objek wisata air, tapi karena sejak pagi informasi ada warga yang dimangsa buaya, tim memutuskan ke Kampung Penyengat untuk melakukan pencarian.
Dalam pada itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Genman Suhefti Hasibuan SHut MM mengaku prihatin. Walaupun demikian, persoalan yang wajib ia ke depankan lebih kepada rusaknya habitat reptil air yang dilindungi tersebut.
Dampaknya tersebut memicu sifat buaya yang buas menjadi lebih buas, hingga menimbulkan korban jiwa. Bahkan ada warga tak terima hingga keberadaan buaya diburu, dan mati dibunuh. Padahal keberadaan buaya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1990.
''Artinya siapun orangnya yang berada di wilayah hukum Indonesia wajib melindungi keberadaan buaya. Untuk itu, kami mau tidak ada pihak yang melakukan perbuatan anarkis kepada hewan ini. Karena besar ancamannya hingga berujung pidana,'' ungkapnya.
Genman tak menampik seluruh pihak khawatir hidup berdekatan dengan habitat binatang buas seperti buaya, dan buaya juga demikian. ''Namun yang kita pahami habitat buaya itu sangat luas. Malah bisa dibilang sepanjang sungai di sana adalah habitatnya,''ujarnya
Tidak menjadi kondisi yang tabu. Masyarakat tau jika sepanjang sungai adalah rumah bagi kehidupan buaya. Hendaknya masyarakatlah yang wajib berhati-hati untuk beraktivitas di sana.
''Karena dari dulu buaya itu sudah di sana. Bahkan jauh sebelum ada permukiman warga. Dengan begitu masyarakat yang harus beradaptasi untuk berdampingan dengan hewan buas tersebut,'' ujarnya.
Jika ditanya apa langkah BBKSDA dalam menyikapi persoalan tersebut, mereka hanya mampu melakukan sosialisasi dan memberi pemahaman terhadap warga. Tujuannya mengajak seluruh pihak untuk dapat menjaga lingkungan dan habitat satwa liar di sana.
Artinya situasi ini bisa diantisipasi untuk menghindari timbulnya korban jiwa. Malah kata dia, peran pemerintah benar-benar diharapkan untuk mengurai masalah tersebut.
''Maka dari itu, di sinilah keberadaan pemerintah benar-benar diperlukan. Seperti mengatur jalannya usaha di sana sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Seperti keberadaan usaha sagu yang berpotensi menimbulkan rusaknya ekosistem sungai,'' ujarnya.
Karena itu, dalam melindungi atau menjaga pelestarian satwa liar ini tidak hanya menjadi tugas BBKSDA, melainkan menjadi tugas seluruh pihak. Termasuk pemilik usaha kilang sagu di sana.
''Minimal bersama-sama kita jaga lingkungan sekitar, agar satwa yang ada lingkungan sana mampu untuk berkembang biak. Sehingga kita mampu hidup berdampingan dengan seluruh makhluk hidup di sana,'' ungkapnya.(mng/wir)