Berkolaborasi untuk Memobilisasi Dukungan dari Berbagai Pihak

Siak | Senin, 17 Oktober 2022 - 10:30 WIB

Berkolaborasi untuk Memobilisasi Dukungan dari Berbagai Pihak
Bupati Siak H Alfedri menjadi pembicara dan mengenalkan TAKE Siak Hijau di kancah nasional di Surabaya, belum lama ini. (INFOKOM SIAK UNTUK RIAUPOS.CO)

SIAK (RIAUPOS.CO) - Bupati Siak Drs H Alfedri MSi didaulat menjadi pembicara terkait workshop nasional perluasan pengembangan adopsi dan implementasi transfer anggaran kabupaten kota berbasis ekologi (TAKE) di Indonesia.

Kegiatan tersebut yang ditaja The Asia Foundation bersama sejumlah NGO nasional di Surabaya pada Rabu (5/10) siang.


Di hadapan 49 peserta dari 7 provinsi dan 23 kabupaten kota, 17 Civil Society Organization (CSO) serta 2 lembaga donor FCDO dan CLUA, Bupati Alfedri diminta berbagi pengalaman colaborative finance dalam mendukung implementasi Siak Kabupaten Hijau.

Tidak hanya tentang kabupaten hijau, tapi juga terkait berbagai pembelajaran mengenai dampak positif atas implementasi TAKE terhadap pengelolaan lingkungan hidup

Materi yang dipaparkan terkait sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah daerah maupun CSO, serta peluang yang dapat memperkuat pelembagaan dan kolaborasinya dengan skema TAKE, serta sumber-sumber pendanaan lingkungan hidup lainnya.

Hal itu setelah terbitnya Undang Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD)

Dikatakan Bupati Alfedri, merefleksikan adopsi dan pelaksanaan pengembangan kebijakan transfer fiskal berbasis ekologi (Ecological Fiscal Transfer-EFT) di Indonesia, dia berbagi pengalaman pembiayaan hijau di Kabupaten Siak yang didukung berbagai lembaga, baik CSO maupun lembaga pemerintah lainnya. "Salah satunya melalui pola TAKE,"kata Bupati Alfedri.  

Dipaparkan Bupati Alfedri, Siak Hijau merupakan bentuk kerja bersama dengan seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong prinsip-prinsip kelestarian dan berkelanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan peningkatan ekonomi masyarakat, termasuk pembiayaannya.

"Mengapa perlu kolaborasi, karena tidak semua agenda aksi Siak Hijau pada sektor tertentu menjadi kewenangan daerah,"jelas Bupati Alfedri.

Selain itu, kapasitas fiskal daerah terbatas untuk membiayai inisiatif kebijakan Siak Hijau. Oleh karena itu, Siak berkolaborasi untuk memobilisasi dukungan dari berbagai pihak, baik berupa program maupun pendanaan untuk mendukung Siak Hijau, baik oleh pemda, pemerintah desa, NGO, hingga private sector.

Para pihak yang mendukung Siak Hijau sebut Bupati Alfedri di antaranya, pemerintah daerah melalui 12 OPD Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup, BPBD, Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi UMKM, Dinas Perikanan dan Peternakan, Dinas PUPR, Dinas Penanaman Modal dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.

"Kami juga dibantu melalui berbagai program dan kajian Forum Sedagho Siak, gabungan dari 22 NGO di antaranya Fitra Riau, Perkumpulan Elang, Jikalahari, Walhi, YMI, LPSEM, Teras Riau, SART, Kaliptra, RWWG, JMGR, SENDS, YEZ, Winrock, LTKL, Econusantara, SPKS, Madani, Greenpeace, Koaksi, CSF dan Rainforest Alliance.

"Selain itu dari pihak privat sektor yang membantu di antaranya RAPP, Arara Abadi, Sinas Mas, Musimas, Wilmar,"sebut Alfedri.

Dalam mendorong peran serta pemerintah dan masyarakat kampung dalam mendukung implementasi Siak Hijau sesuai kewenangannya sebut Alfedri, Pemkab Siak memberikan insentif kinerja TAKE sebagai stimulus, mendorong kinerja desa dalam hal kebijakan pelindungan lingkungan dan ekonomi masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan berbasis kampung.

Insentif diberikan melalui reformulasi anggaran dana desa sejak 2020. Pada 2021 dimulainya program TAKE, lima persen dari ADK sebesar Rp7.582.500.000 diberikan kepada 67 kampung, dengan jumlah insentif tertinggi Rp229 juta dan insentif terendah berjumlah Rp65 juta.

Pada tahun kedua, tiga persen dari ADK sebesar Rp3.408.000.000 disalurkan kepada 48 kampung, dengan insentif tertinggi Rp310,9 juta dan insentif terendah sebesar Rp87,8 juta.

"Tahun ini, kami sedang mengkaji peningkatan TAKE, melalui penggunaan insentif BKK DBH DR,"ungkapnya.

Hasilnya, penilaian kinerja kampung melalui indikator kampung hijau (IKH) melalui penyelamatan dan perlindungan lingkungan dan peningkatan ekonomi dan penurunan kemiskinan berprinsip kelestarian lingkungan menunjukkan trend positif dalam dua tahun terakhir.

Selain itu, peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan meningkat, dan bermunculan berbagai inovasi kampung dalam menjaga lingkungan.

Luas wilayah Kabupaten Siak 8.556,09 kilometer persegi, dari angka itu, 57,44 persen merupakan lahan gambut. Tutupan hutan lahan kering 100.714,3 hektare, hutan rawa gambut 13.956,1 hektare primer dan 150.619,5 hektare skunder.

Total cadangan karbon 1.520.410.136,32 (Sumber: Roadmap Siak Hijau) wilayah industri berbasis sumber daya alam terdiri dari perkebunan, kehutanan, minyak dan gas bumi.

Perlu strategi konprehensif dalam pelaksanaan pembangunan yang seimbang antara orientasi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Ancaman terdiri dari, kebakaran hutan dan lahan, alih fungsi lahan gambut, degradasi ekosistem mangrove atau bakau, pencemaran udara, berkurangnya wilayah tangkapan air, kerusakan DAS dan pencemaran sungai.

Atas kondisi itu, perlu pengelolaan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dengan prinsip kelestarian dan berkelanjutan. Caranya dengan pemanfaatan sumber daya alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah.

Pemanfaatan sumber daya alam daerah dilakukan baik melalui kegiatan konservasi, hilirisasi dan intensifikasi yang dilaksanakan secara berkelanjutan. Perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, kebudayaan serta kearifan lokal.

Sasaran, menekan kerusakan sumber daya alam, khususnya gambut dan DAS Siak. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan prinsip kelestarian dan keberlanjutan.

Memanfaatkan SDA yang tidak berdampak pada kerusakan terhadap fungsi  dan keberlanjutan sumber daya alam tersebut, serta menurunkan emisi GRK.

Zona konservasi, membangun standar resolusi penyelesaian permasalahan perambahan, pembalakan, dan penguasaan lahan secara illegal, perusakan gambut serta kebakaran hutan dan lahan secara komprehensif.

Menyusun rencana pengelolaan kawasan konservasi dengan mendorong zona pemanfaatan atau buffer untuk pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan dan ekowisata dengan pelibatan masyarakat setempat.

Kegiatan ekowisata diarahkan pada konsep green tourism yang memiliki empat dimensi utama, yaitu basis alam, dukungan konservasi, keberkelanjutan dan pendidikan lingkungan.

Rencana aksi yang dilakukan berbasis zona. Ada lima zona, tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan, zona industri, zona wilayah pemukiman, dan zona wilayah adat.
                            
Perlindungan terhadap zona tanaman pangan, dengan perlindungan daerah luas tangkapan air hujan dan meningkatkan intensifikasi.

Membuka peluang pengembangan industri hilir, dan mendorong pengembangan produk varietas unggul lokal.

Intensifikasi perkebunan rakyat, mendorong BMP dengan pendekatan ISPO/RSPO. Intensifikasi dan membuka peluang pengembangan industri agro.

Penyelesaian konflik lahan masyarakat dengan perusahaan perkebunan, kehutanan dan pertambangan.

Meningkatkan peran serta masyarakat untuk pengelolaan kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan.

Meningkatkan akses masyarakat terhadap hutan dan lahan melalui Program Reforma Agraria.

Pemanfaatan Kawasan Industri Tanjung Buton untuk kegiatan industri. Melaksanakan konsep pengembangan pelabuhan secara berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek kelestarian lingkungan, konservasi energi, community development, dan kepentingan ekonomi dari pelabuhan itu sendiri (green port).

Melaksanakan  konsep green office  di perkantoran (pemerintah dan swasta) yang sedikitnya memiliki tiga indikator yaitu informasi total penggunaan listrik (kWh) dari PLN, total penggunaan kertas untuk mencetak  dari bidang perlengkapan kantor, dan total jumlah sampah dari bagian bidang kebersihan kantor.

Melaksanakan konsep green industri, yakni industri yang berwawasan lingkungan dengan melakukan pengelolaan aspek lingkungan baik di input-proses-output untuk masing-masing unit/sub kegiatan.

Berupaya melakukan efisiensi penggunaan sumber daya alam melalui langkah reduce, reuse, recycle, recovery. Peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan industri.

Pengembangan Kota Hijau, pengolahan dan pengelolaan sampah terintegrasi, pengembangan Program Tanaman Obat Keluarga, one village one product dan one soul one tree.

Melindungi warisan budaya dunia benda dan tak benda, melestarikan kearifan lokal dan adat budaya, melindungi hak-hak masyarakat adat dan tempatan, pemajuan kebudayaan Melayu.

Tidak semua agenda aksi Siak Hijau pada sektor tertentu menjadi kewenangan daerah.

Kapasitas fiskal daerah terbatas untuk membiayai inisiatif kebijakan Siak Hijau. Kolaborasi untuk memobilisasi dukungan dari berbagai pihak. Dukungan semua pihak menjadi kunci dalam pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten hijau.

Kebijakan Siak Hijau telah didorong untuk dijadikan pedoman semua pihak dalam melakukan pengelolaan SDA yang berkelanjutan demi kesejateraan masyarakat Siak.

Komitmen dukungan CSO dan Deklarasi dukungan dari swasta adalah cara yang dilakukan secara gotong royong untuk mendukung komitmen Siak untuk pembangunan hijau.

Perlu penguatan social capital dalam memastikan komitmen Siak Hijau bisa dilaksanakan dengan baik. Peluang Blended Finance yang mungkin bisa dilakukan untuk Kabupaten Siak, dukungan private sector untuk membantu melakukan penguatan petani sawit swadaya dalam melaksanakan sawit berkelanjutan dan mendapatkan ISPO atau RSPO.

Dan memperkuat kelembagaan daerah dalam memperkuat kolaborasi dalam mendukung Siak Hijau, yang berperan strategis untuk mengkoordinir mitra pembangunan dari philanthropy, private sector dalam menjalankan program agar selaras dengan pencapaian Siak Hijau.(adv)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook