RANGGI

Bedah Novel Gema Melantun

Seni Budaya | Minggu, 31 Januari 2016 - 12:12 WIB

Bedah Novel  Gema Melantun
Dari kiri, Penulis, Dhama Dove, moderator, Monda Gianez, dan narasumber, Taufik Ikram Jamil dalam launching dan bedah buku Novel Gema Melantun di Perpustakaan Soeman HS, KAmis (21/1/2016).

"Ketabahan dan Kelembutan  Seorang Perempuan"

Kegiatan bedah buku merupakan sarana untuk memahami sebuah buku dengan pendekatan tertentu. Selain itu tentu saja kegiatan ini juga bertujuan untuk memahami sudut pandang penulis dalam menuangkan ide-ide kreatifnya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Demikian capaian dan maksud dari kegiatan peluncuran sekaligus bedah novel karya Dhama Dove yang berjudul Gema Melantun di Auditorium Ismail Suko, Perpustakaan Soeman HS, Kamis (21/1) lalu. Tampil sebagai pembicara tunggal, sastrawan asal Riau yang tak asing lagi, Taufik Ikram Jamil yang juga akrab disapa TIJ. Diskusi yang dipandu oleh Monda Gianes itu juga langsung menghadirkan penulisnya sendiri, Dhama Dove.

Menurut TIJ, karya sastra adalah simbol yang harus dikupas untuk mendapatkan makna disebaliknya. Merujuk kepada judul novel Gema Melantun dikatakannya, pembaca sudah ditawarkan dengan sebuah simbol.  “Gema Melantun merupakan dua kata yang memiliki makna. Sepertinya ada suara keinginan yang dibungkus dalam judul novel ini.  Setidaknya, saat membaca judulnya, pertama saya menangkap adanya akustik bunyi yang kemudian tentulah harus diterjemahkan oleh pembaca,” uajr TIJ.

Dijelaskannya juga bahwa novel Gema Melantun ini membawa pembaca untuk memahami dan menilai ketabahan sekaligus kelembutan seorang perempuan. Tokoh utama bernama Sal di dalam novel,dinilainya, merupakan perempuan yang lembut dan sangat baik.

“Beberapa kali dia (Sal red) dikecewakan oleh suaminya, namun Sal tetap menerima dan memahami dengan kelembutan dan ketabahan seorang perempuan. Membaca novel ini, saya sambil melihat istri saya,” ucap TIJ yang disambut gelak tawa para pecinta sastra yang hadir.

Dalam kesempatan itu juga, TIJ mengulas tentang teknik penulisan karya sastra. Karya sastra yang menarik adalah karya sastra yang pada awal kalimatnya menyentak pembaca. Memakai istilah Putu Wijaya yaitu “meneror” pembaca. Namun langkah menyetak atau meneror itu harus pula dapat dijaga secara kontinu sehingga tidak terkesan hanya tempelan saja.

“Seperti pada kalimat pertama di dalam novel ini. Ada kata “saya bebas”, namun sayangnya tidak terlihat pada halaman-halaman berikutnya. Kebebasan yang ditulis oleh pengarang tidak jelas. Bebas dari apa? Sampai akhir cerita juga kebebasan itu tidak terlihat. Tetapi memang cerita dalam novel ini mengalir seperti air. Pembaca diajak dan terbawa larut dalam suasana dan alam pemikiran keperempuanan.  “ ucap TIJ.

Selain diramaikan mahasiswa dan komunitas sastra di Pekanbaru, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh budayawan, sastrawan dan seniman Riau, drh  Chaidir, MM, Tien Marni, Adimir, Herlela Ningsih, Zuarman Ahmad, Kepala Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Riau, Yoserizal Zen serta penulis muda Riau lainnya.

Disebutkan Yoserizal Zen yang juga merupakan sastrawan Riau itu, BPAD Provinsi Riau sangat mendukung kegiatan serupa ini. Di samping  bertujuan menarik minat dan kesadaran masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan, juga sangat berguna dalam proses perkembangan sastra di Riau ini. “Kami sangat membuka ruang untuk acara seperti ini, baik berupa diskusi, bedah karya dan lain-lainnya.  Saya kira dengan geliat dan kegiatan serupa ini tentu sangat menunjang perkembangan dunia sastra ke depannya,” ujar Yoserizal.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook