SEMINAR BAHASA

Bahasa Daerah adalah Kekayaan Tak Ternilai

Seni Budaya | Rabu, 27 November 2019 - 12:01 WIB

Bahasa Daerah adalah Kekayaan Tak Ternilai
Dari kiri ke kanan, Herman Rante (Dekan FIB Unilak), budayawan Al azhar, Dr Junaidi (Rektor Unilak), Prof Dr Dadang Sunendar (Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan), dan Songgo A Siruah (Kepala Balai Bahasa Riau) saat menghadiri Seminar Nasional Bahasa, Muatan Lokal, dan Pengajarannya, di Kampus Unilak, Selasa (26/11/2019). (BALAI BAHASA RIAU FOR RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Bahasa daerah yang dimiliki suku-suku di Indonesia, sangat penting keberadaannya sebagai kekayaan yang tak ternilai. Jika bahasa suatu bangsa hilang, maka kearifan lokal, sastra, dan budayanya juga akan hilang. Hal itu menjadi alasan mengapa pemerintah pusat, dalam hal ini Indonesia, dan daerah  perlu menjaga bahasa daerah agar tidak kehilangan budaya dan keberadaban.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr Dadang Sunendar M Hum, ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional  Bahasa, Muatan Lokal, dan Pengajarannya. Seminar ini bertema "Menjulang Bahasa Indonesia sebagai Kekuatan Bangsa".


“Fungsi dan kebermanfaatan bahasa Melayu sebagai cikal-bakal bahasa Indonesia menjadi bahasa yang besar dan siap mendunia agar senantiasa tertanam, terjaga, dan dibicarakan posisinya sebagai bahasa dalam muatan lokal,” ujar Dadang.

Seminar ini diselenggarakan hasil kerja sama antara Balai Bahasa Riau (BBR) dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Lancang Kuning (Unilak) pada Selasa (26/11/2019) di Ruang Perpustakaan Unilak. Selain Dadang, narasumber lainnya adalah budayawan Al azhar, dan Dr Evizariza (Wakil Dekan II FIB Unilak).

Dadang juga menjelaskan bahwa rakyat Indonesia harus menunjukkan kekayaan bangsa melalui bahasa. Apalagi Indonesia merupakan negara kedua terbanyak yang memiliki bahasa daerah, yaitu sejumlah 718 bahasa. 

"Tidak hanya itu, kita pantas berbangga, sebab lebih dari 30 lembaga di dunia mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa negara mempersatukan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, menjaga kebhinekaan rakyatnya sebagai bangsa yang berbudaya," ujar Dadang lagi.

Budayawan Riau, Al azhar menjelaskan, bahasa tidak hanya dijadikan sebagai alat komunikasi, tetapi alat penyampaian budi. Dengan mendengar bahasa, kita tahu bagaimana adab sebuah bangsa. 

"Itulah kenapa kita harus menjaga martabat bahasa negara. Pun dengan bahasa daerah sebagai wujud kekayaan bangsa," jelas lelaki yang juga Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau ini. 

Apresiasi untuk Unilak

Di bagian lain, Kepala BBR, Drs Songgo Siruah MPd, dalam sambutannya menyampaikan bahwa bahasa Indonesia sebagai simbol negara harus diutamakan penggunaannya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. 

“Kita harus merawat bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan nasional. Tanpa bahasa Indonesia, NKRI akan hilang,” tegas Songgo. 

Tidak hanya itu, Songgo juga mengimbau para peserta  yang terdiri dari guru, dosen, dan mahasiswa agar senantiasa menjaga bahasa Melayu yang telah berkontribusi terhadap lahirnya bahasa Indonesia. Songgo  mengapresiasi Unilak yang telah menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu program studi di FIB.

Rektor Unilak Dr Junaidi M Hum, yang membuka acara secara resmi mengatakan, bahasa Indonesia dan Melayu tidak usah dipertentangkan, melainkan dieratkan agar dapat mengangkat kedua bahasa ini berdasarkan peranannya masing-masing. Tidak hanya bahasa Melayu, tetapi Junaidi juga mengusulkan agar pemakaian bahasa di ruang publik dipantau kembali karena masih maraknya penggunaan bahasa asing.

"Dikotomi bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu tak perlu diperlebar. Yang harus dilakukan adalah mempererat kedua bahasa ini agar menjadi kita sebagai bangsa Indonesia," jelas mantan Dekan FIB Unilak ini.(hbk)

Editor: Firman Agus 


 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook