KOLOM TAUFIK IKRAM JAMIL

Membuktikan Mitos

Seni Budaya | Minggu, 24 Januari 2016 - 08:45 WIB

Membuktikan Mitos

Pada gilirannya, Wahab mengatakan, RP membuktikan mitos bahwa apa yang tidak ia lihat, sedangkan sejarah menuturkan sebaliknya, memang wujud. Puluhan koran dilahirkan RP, menusuk sebagian besar Sumatera Tengah dan Sumatera Bagian Utara. Belum lagi portal dan televisinya, bahkan jaringan maya. Sejumlah koran di luar grup ini kemudian lahir yang walaupun harus diberi apresiasi khusus, tetapi harus mengakui bahwa jalannya telah dibuka terlebih dahulu oleh RP.

Tak lupa Wahab mengingatkan bahwa apa yang dibuat oleh RP itu tidak terlepas dari perdagangan. Pasalnya, dengan puluhan koran dan media lainnya, diperlukan suatu manajemen tangguh yang tak dapat dilakukan dengan sambil lewe saja. Warung makan saja memerlukan manajemen yang tidak tangkap muat, apa yang teringat pada suatu waktu tertentu. Evaluasi dan menjaga mutu, suatu keniscayaan yang tak bisa ditawar-tawar.

Baca Juga :LAMR Keluarkan Warkah Petuah Amanah Sikapi Perilaku LGBT

Saya paham, mengapa Wahab menonjolkan peran RP karena jalur yang ditempuh lembaga pers tersebut merupakan jalur komunikasi, sedangkan komunikasi merupakan jantung peradaban. Malahan kebudayaan disebutkan amat tergantung pada komunikasi, begitu pula sebaliknya—terkenal dengn istilah budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Tidak mengherankan apabila disebutkan bahwa barang siapa menguasi komunikasi, maka ia akan menguasai perilaku budaya.

Tak mengherankan kalau kemudian, RP terlihat amat dekat dengan aktivitas penggairahan kebudayaan. Yayasan Sagang yang didirikannya, sejak tahun 1997, setiap tahun memberikan penghargaan untuk budayawan/ seniman, karya, lembaga budaya, dan peliputan budaya, khususnya kebudayaan Melayu.

Wilayahnya tidak sebatas Riau, tetapi meliputi alam Melayu yang luas termasuk bagi negara serumpun—tidak mustahil pula bagi pribadi di luar kawasan serumpun asalkan memang memberi pengayaan terhadap Melayu. Hal yang tidak dijumpai di tempat lain di Indonesia kecuali di Jawa Barat dengan Rancage-nya, itu pun terbatas hanya untuk karya saja.

Dengan bendera yang serupa, didirikan Majalah Sagang, satu-satunya majalah budaya Indonesia terkini. Sejak tahun 1998 pula, yayasan ini mengelola Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) atas keinginan pengelola sebelumnya yakni Yayasan Pusaka Riau. Perguruan tinggi ini diharapkan mampu melahirkan seniman-seniman dengan akar tradisi seni Melayu.

Ruang budaya dibuka secara lebar, sehingga RP termasuk dari sedikit media yang memiliki halaman budaya terbanyak di Indonesia. Mulai tahun 2015 ini pula, dua koran lagi di bawah grup RP memiliki jumlah halaman budaya yang serupa. Pada tahun 2015 pula, RTV setiap pekan menayangkan acara sastra, Madah Poedjangga, setelah memberi laluan besar pada penayangan produk budaya Melayu lainnya. Sudah sejak lama tidak ada rubrik sastra di televisi di Tanah Air tercinta ini.

Jadi, balas SMS saya kepada Wahab bahwa bercermin dari RP, masa lalu Riau sampai abad ke-19 yang disebutkannya tadi, ternyata bukan mitos lagi. Wahab justeru menjawab singkat, “Apakah mitos bisa dibuktikan?”









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook