TENTU sudah selalu dan sejak lama pula mendengar orang mengatakan maupun menulis bahwa Riau Pos (RP) telah menerobos mitos. Daerah yang semula dikatakan amat sulit, untuk tidak mengatakan mustahil, memiliki harian berdasarkan geografis dan sejarah persnya sendiri, teryata diterobos RP. “Kini aku katakan bahwa RP membuktikan mitos,” tulis Abdul Wahab, melalui pesan pendek telepon genggam (SMS) kepada saya, sempena 25 tahun RP 17 Januari lalu yang puncak peringatannya dilaksanakan Senin besok (25/1).
Kawan saya yang tinggal di sebuah kawasan di Selat Melaka sana, kemudian begitu saja meluncurkan pengalamannya ketika berada di negeri orang pada suatu waktu tertentu dulu. Menyandang nama Riau sebagai identitas diri, di tempat itu ia juga dikenal sebagai Melayu. Ini kemudian dikaitkan orang bahwa dia juga membawa peradaban Melayu, terutama lihai menulis dan berdagang.
Berbagai kejayaan diraih dan diakui, misalnya dengan memperlihatkan keberadaan Sriwijaya, Melaka, Johor-Riau, Siak, dan Inderagiri.“Aku anggap hal-hal itu sebagai mitos, sebab pada masa mudaku dulu, kondisinya amat berbeda. Orang-orang Melayu sudah amat sedikit yang berdagang, bahkan penduduknya termiskin di Sumatera meskipun hasil minyak buminya memberi kehidupan pada Indonesia. Tak ada harian di Riau, sehingga kami hanya memperoleh bahan bacaan dari luar,” tulis Wahab.
Ditambahkannya lagi, dari segi penulisan, seorang ahli sastra di Jerman, EU Kratz, sempat menyebutkan bahwa orang Riau tidak mengambil keuntungan dari kenyataan bahasa Indonesia berasal dari daerah ini. Nyatanya, sampai awal tahun 80-an, hanya delapan orang penulis asal Riau yang dicatat secara nasional. Bandingkan Jawa Tengah yang memiliki 100-an penulis yang tercatat secara nasional, padahal bahasa ibu mereka adalah bahasa Jawa, bukan Melayu atau Indonesia.