Ramai yang angkat topi dan mengakui militansi pekerja teater dalam menghidupi kerja kreatif mereka. Tak sedikit pula yang percaya, teater mampu melahirkan spirit pantang menyerah, meski di depan jalan terlalu terjal untuk ditempuh. Salah satu contoh nyata menyoal itu, ditunjukkan anak-anak muda Mini Teater Rengat. Tanpa ba-bi-bu, mereka terus saja bergerak dan berbuat untuk diri sendiri dan orang banyak.
(RIAUPOS.CO) - KARYA lakon, “Ular Tangga” yang sutradarai Ade Puraindra semakin memantapkan seluruh awak komunitas tersebut atas eksistensi mereka dalam dunia seni pertunjukan di Kota Rengat (Indragiri Hulu), Riau, bahkan Indonesia. Tak ada matinya. Tak ingin berpangku tangan, apalagi mengharap belas kasihan siapa pun. Bagi Ade (sapaan Ade Puraindra) dan kawan-kawan, “Mengeluh adalah jalan menuju kematian”.
Sebagai pembuka langkah, mereka merancang satu program sederhana yang diberi nama, JavaLand. Sebuah perjalanan melelahkan, sekaligus mengasyikkan dengan memboyong karya “Ular Tangga” ke Wonosobo, Jogjakarta, dan Solo.
Bagi Ade karya "Ular Tangga", pada teksnya, dalam merupakan sebuah objek upaya mewakili narasi dan faktual cerita yang terjadi melalui rangkaian adegan. Gagasan/ ide dasarnya adalah kumpulan kolase sosiobudaya dan faktual kehidupan sebuah negara yang disuguhkan melalui perantara kehidupan rumah tangga Yatou dan Tembaga.
Karya ditampilkan dalam beberapa rangkaian perjalanan pentas keliling baik di Sumatra maupun Jawa, dan luar negeri. Serta sengaja di rencanakan melalui titik-titik kota terluar/paling tepi dari wilayah batas sebuah pusat kota. Exp (Wonosobo untuk Jawa Tengah, Kalasan untuk Jogjakarta serta Surakarta untuk Solo). Khusus untuk Sumatera di beberapa kota seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Pulau Madura.
Seluruh perjalanan ini merupakan rangkaian sekaligus guna perjalanan lab penyutradaraan dan akting bagi para aktornya. Sebagai langkah tujuan akhir karya akan ditawarkan di beberapa spot pertunjukan black box teater di Asia Tenggara dan Eropa.
Lebih jauh dipaparkan Ade, alasan paling mendasar adalah nilai tawar dari karya ini yang sengaja memberikan kesan sederhana dan simpel sekaligus genius dari segi tampilan artistiknya. Tidak memakan banyak biaya namun efektif untuk mewakili semangat nasionalisme sekaligus kebhinekaan yang menjadi prioritas utama sajian tampilan. Termasuk para pendukung cerita yang dalam jumlah minim, sebanyak tiga orang yang juga mewakili kompetisi efektif dengan kemampuan talenta yang tidak melulu seni akting tetapi juga vokal musik dan gerak tari.
"Bagi sebuah proses karya yang direncanakan akan diarak keliling ini merupakan sebuah modal dasar yang sangat menguntungkan dalam pembiayaan dan tawaran menarik bagi calon vendor yang akan mendanai," ulas Ade.