Dengan segala macam kekayaanya, ular tangga yang coba disajikan oleh Mini Teater, masih harus berupaya keras untuk menembus ruang batin penonton. Terlebih, sebagai seorang penyaji, adalah tanggung jawab besar dan berat untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan. Jika para pelaku Teater sepakat, bahwa hakikat pertunjukan adalah sebagai tontonan dan tuntunan, maka timbul sebuah persoalan lewat lakon ini. Bagaimana caranya penonton bisa paham bahwa mereka sedang menonton permainan ular tangga? Dan bagaimana cara penonton bisa mengerti bahwa mereka sedang dituntun oleh permainan ular tangga?
Pertunjukan yang baik adalah pertunjukan yang bisa membuat penonton menafsirkan apa yang tangkap. Bagi saya, adalah sebuah kesalahan yang cukup fatal bila akhirnya penonton menafsirkan pertunjukan tersebut melalui pemahaman dirinya sendiri, bukan melalui pertunjukan yang ditonton. Maka hal tersebut akan menjadi tugas berat seorang Aktor untuk menghindari hal tersebut. Sehingga lakon tidak hanya dimiliki secara personal oleh para aktor ketika disajikan, tapi menjadi lakon milik semuanya. Dengan kekayaan lakon yang disampaikan sebelumnya, terdapat kemiskinan lakon yang menjadi permasalahan yang harus ditindak lanjuti, yaitu keuniversalan.
Sejatinya, permainan ular tangga adalah perminan yang bisa dinikmati oleh siapapun. Maka, menjadi sebuah kewajiban bagi Mini Teater untuk membuat lakon ini bisa dimiliki dan dimainkan oleh siapapun.***