Meski berada di jauh di pelosok kampung di pinggir laut, Kampung Tanjung Kuras berhasil membangun dirinya sebagai Kampung Kaligrafi. Di kampung ini, anak-anak diajarkan bagaimana menjadi seniman kaligrafi yang baik.
RIAUPOS.CO - JAUH di ceruk sebuah kampung di Kabupaten Siak, yakni di Kampung (Desa) Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, ada pemandangan yang sulit ditemukan di kampung lain. Kampung yang jauh dari hiruk-pikuk kota, juga jauh dari Siak Sriindrapura, ibu kota Kabupaten Siak tersebut sedang mengembangkan sebuah seni islami. Seni kaligrafi.
Di kampung ini, anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) sudah dikenalkan bukan hanya dengan aksara Arab, atau membaca Al-Qur’an dan Hadist, tetapi dengan seni yang berdasarkan dari kemampuan memahami dua kitab suci umat Islam tersebut. Sebab, untuk memahami seni kaligrafi, seseorang tidak hanya memahami dan mengenali huruf atau aksaranya saja, tetapi juga dituntut untuk memahami isi kandungan kitab suci tersebut. Dengan begitu, karya yang dihasilkan akan lebih mendalam dan kuat karena pemahaman yang baik tentang dua kitab tersebut.
Oleh banyak orang, Kampung Kuras ini disebut sebagai “Kampung Kaligrafi”. Ini bukan sebutan main-main karena akan menjelaskan apa yang telah dilakukan oleh masyarakat di sana untuk menjadikan anak-anak mereka sebagai seniman kaligrafi yang tak banyak dilakukan kampung atau daerah lain di Siak atau kabupaten lain di Riau. Kecintaan terhadap Al-Qur’an dan Hadist adalah dasar hingga ide menjadikan Kampung Kuras sebagai daerah yang membina secara intens anak-anak untuk belajar seni ini muncul. Dengan begitu, diharapkan akan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang islami.
Salah seorang pengajar di Sanggar Kaligrafi Al-Fath Kampung Tanjung Kuras, Nuraini SE, menjelaskan, ide ini berawal pada tahun 2006 yang diinisiasi oleh salah seorang guru di sana, Adi SPd. Dia seorang guru yang pernah mengajar di Madrasah Diniyah Alawiyah (MDA) Al-Amanah Tanjung Kuras pada tahun 2001-2009. Oleh Kepala MDA, dia ditugaskan mengajar bidang studi Al-Qur’an Hadits, dan Seni Kaligrafi (Khoth) sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler. Dengan bermodal buku khoth dasar, papan tulis hitam dan kapur, Adi membuat contoh tulisan kaligrafi tersebut di papan tulis yang kemudian ditiru oleh para santri.
Suasana belajar di Sanggar Kaligrafi Al-Fath, Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, Siak, beberapa waktu lalu.
“Sepanjang mengajar seni kaligrafi di kelas itulah Ustaz Adi melihat banyak anak-anak yang berbakat dalam membuat tulisan Arab yang indah ala kaligrafi,” ujar Nuraini kepada Riau Pos dalam sebuah pertemuan di Pekanbaru dan beberapa kali korespondensi.
Melihat potensi para santrinya tesebut, Adi kemudian mencoba merintis dan berinisiatif mencari seorang pelatih profesional untuk membimbing anak-anak kampung. Bukan hanya santri MDA yang masih aktif, tapi juga merekrut para alumni yang punya minat untuk belajar.
Sekitar tahun 2006/2007 bertemulah Adi dengan seorang seniman kaligrafi yang kala itu masih aktif menjadi peserta di Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), yaitu ustaz Yudi Oktober, yang tinggal di ibu kota Kecamatan Sungai Apit. Sejak saat itu berlangsunglah latihan kaligrafi secara rutin untuk anak-anak dan remaja Kampung Tanjung Kuras yang jadwal latihannya di luar jam belajar MDA. Adapun biaya operasional diambil dari iuran para peserta, sedang tempat belajarnya menggunakan ruang belajar Taman Pendidikan Qur’an (TPQ), MDA dan musala.
Masih menurut Nuraini, pada tahun 2008 dibentuklah LPTQ Kampung Tanjung Kuras oleh pemerintah kampung dan Adi ditunjuk sebagai ketua. Melalui lembaga ini, kegiatan pembinaan kaligrafi dilakukan lebih inten. Dengan anggaran lembaga seadanya, keperluan para peserta latihan ditanggung.
Seiring berjalan waktu, dengan semangat juang LPTQ sebagai pengelola kegiatan dan semangat berlatih anak-anak yang pantang surut, dalam rangka menjaga eksistensi seni kaligrafi di kampung ini, muncul usulan dari Nuraini yang merupakan salah seorang anggota binaan LPTQ. Dia mengusulkan agar dibuat satu wadah khusus sebagai tempat belajar kaligrafi.
“Ide itu muncul pada tahun 2014 dan saya sampaikan kepada Ketua LPTQ Kampung Tanjung Kuras dan baru dapat terealisasi pada tahun 2019 pada masa kepemimpinan Bapak Harisyah sebagai Penghulu Kampung Tanjung Kuras. Maka berdirilah Sanggar Kaligrafi Al-Fath,” ujar alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada tersebut.
Kegiatan pembinaan kaligrafi ini makin berkembang dan meluas di mana muridnya bukan hanya dari anak-anak tempatan tapi juga dari kampung-kampung lain, bahkan dari luar Kecamatan Sungai Apit. Banyak juga daerah lain yang menjadikan pembinaan kaligrafi di Tanjung Kuras sebagai bahan studi banding.
Pemerintah Kampung Tanjung Kuras, jelas Nuraini lagi, sangat antusias dalam mendukung kegiatan ini. Terbukti dari pendirian Sanggar Kaligrafi Al-Fath pada 2019 yang pembangunannya memang menggunakan dana kampung/desa, dikoordinir oleh LPTQ Kampung dan dikerjakan secara gotong-royong oleh masyarakat. Hingga kini, Pemerintah Kecamatan Sungai Apit setakat ini baru mengapresisi gerakan ini, namun belum pernah memberikan bantuan dana.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Siak telah menobatkan Kampung Tanjung Kuras sebagai “Kampung Kaligrafi”. Julukan ini dikukuhkan oleh Pemkab Siak melalui Asisten III pada tahun 2018 dalam satu gelaran acara “Kemah Kaligrafer se-Kabupaten Siak” yang diinisiasi oleh Perkumpulan Kaligrafer dan Zukhrufi Indonesia (Perkazi) Kabupaten Siak dengan jumlah peserta kemah kurang lebih 70 kaligrafer –julukan untuk seniman kaligrafi. Sementara itu LPTQ Kabupaten Siak dan LPTQ Provinsi Riau telah memberikan bantuan peralatan latihan dan biaya operasional.
Hingga kini, pembinaan yang dilakukan secara kontinyu oleh LPTQ Kampung Tanjung Kuras sampai saat ini sudah lebih kurang 16 tahun. Gerakan ini telah melahirkan banyak seniman kaligrafi yang berbakat dan mampu bersaing dalam ajang MTQ mulai dari tingkat kecamatan sampai nasional. Kampung Kuras juga sudah 9 kali juara umum dalam MTQ Tingkat Kecamatan Sungai Apit. Para Kaligrafer Tanjung Kuras juga bersaing dan menjadi juara mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, bahkan sudah ada yang berhasil menembus MTQ Nasional.
Nuraini sendiri adalah dua dari sekian kaligrafer Tanjung Kuras yang telah mengikuti pameran, baik tingkat Riau maupun nasional. Dia pernah ikut Pameran Ragam Hias Nusantara 2019; Pameran The Power of Ka’Bah 2021; Pameran The Prophet of Muhammad 2022; Pameran Ketidakseimbangan 2022; Pameran Kaligrafi Kontemporer Riau 2022; dan Pameran Kaligrafi Kontemporer Riau tahun 2023. Kaligrafer lainnya adalah Hasanah yang ikut dalam Pameran Kaligrafi Kontemporer Riau 2023.
Hingga kini memang belum banyak kolektor lukisan yang membeli karya anak-anak Tanjung Kuras ini dalam skala besar. Namun, kata Nuraini, dalam skala kecil sudah lumayan, termasuk beberapa karyanya yang dipamerkan di Pekanbaru. Beberapa kolektor dari beberapa daerah juga memesan karya mereka dan hal ini sangat membanggakan bagi para siswa Sanggar Kaligrafi Al-Fath tersebut yang kini berjumlah lebih 80 orang.
Yang membuat mereka bangga juga, meski berada di ceruk kampung di muara Sungai Siak dan berbatasan langsung dengan laut, mereka mendapatkan apresiasi langsung dari para tokoh kaligrafi nasional maupun daerah yang langsung berkunjung ke sana. Mereka yang pernah mengunjungi dan melihat langsung kegiatan Sanggar Kaligrafi Al-Fath di antaranya Pendiri Pondok Pesantren Lemka Sukabumi, Jawa Barat, yang merupakan salah satu pusat pendidikan kaligrafi nasional, Dr Didin Sirajuddin. Didin juga salah seorang hakim MTQ nasional dan internasional. Ustaz Khalil Zuhdi Lawnarain, seniman kaligrafi dan perupa Riau yang juga hakim MTQ Riau, juga pernah datang langsung ke sana. Dua pengurus LPTQ Riau, Syafruddin dan Muktamar, juga pernah mengunjungi Sanggar Kaligrafi Al-Fath. Nama lainnya adalah perupa nasional dari Jakarta, Melani Setiawan. Pengurus LPTQ Siak Bidang Pembinaan Kaligrafi, Nizwardi, juga pernah datang memberi semangat kepada anak-anak yang sedang belajar kaligrafi di Tanjung Kuras.
“Mereka telah memberi semangat kepada kami untuk terus belajar dan mengembangkan seni kaligrafi ini di Tanjung Kuras,” ujar Nuraini lagi.
Tanjung Kuras sendiri adalah salah satu kampung yang terletak dipesisir Kecamatan Sungai Apit yang berbatasan dengan Kampung Teluk Batil di sebelah utara, dengan Laut Bengkalis di sebelah selatan, dengan Selat Lalang di sebelah timur, dan degan kuala Sungai Siak di sebelah barat.
Selain dikenal sebagai Kampung Kaligrafi, Tanjung Kuras merupakan penghasil nenas terbesar di Siak saat ini. Meski begitu, masyarakatnya yang sebagian besar bersuku Melayu masih banyak yang bekerja sebagai petani dan nelayan, juga bekerja sebagai pengrajin anyaman pandan yang sudah cukup dikenal secara luas. Selain itu, kampung tersebut juga memiliki potensi wisata alam yang sangat menarik, yaitu wisata Pantai Beting Selayang.
Sebagai Ketua Badan Usaha Unit Desa (BUM-Des) Tanjung Kuras, Nuraini berharap kampungnya bisa menjadi kampung mandiri dengan berbagai kegiatan dan usaha ekonomi –termasuk ekonomi kreatif-- yang dilakukan warganya. Sebagai lulusan sebuah universitas terkenal, UGM, Nuraini hingga saat ini masih setia mengabdi kepada kampungnya dan belum tergiur dengan godaan bekerja di luar kampungnya. Salah satu yang membuatnya senang, selain bekerja di BUM-Des Tanjung Kuras, dia juga bisa ikut mengembangkan seni kaligrafi di sana. “Sebagai alumni, saya merasa punya tanggung jawab untuk ikut membantu dan mengembangkan seni kaligrafi ini di kampung saya,” jelas perempuan yang sering menjadi juara kaligrafi dalam berbagai iven MTQ tingkat kabupaten, Provinsi Riau, dan juga antarmahasiswa antarkampus saat kuliah di UGM ini.
Sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan Kampung Kuras kepada masyarakat Riau, mereka melakukan kegiatan bertajuk Tanjung Kuras Open Investment di Purna MTQ, Pekanbaru, 1-7 Maret 2023 lalu. Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkenalkan Kampung Tanjung kuras kepada masyarakat Riau dengan segala kegiatan kreatif yang selama ini telah dilakukan. Dalam kegiatan tersebut, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah pameran produk kampung, tari dan musik tradisional kampung, pameran kaligrafi, workshop kaligrafi, pameran foto, bazar nenas murah, dll. “Alhamdulillah, pameran yang kami selenggarakan mendapat sambutan baik dari masyarakat di Pekanbaru,” jelas wanita kelahiran Tanjung Kuras, 33 tahun lalu tersebut.***
Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru