OLEH ABDUL HAMID NASUTION

Mengeja Islam dalam Karya Griven H Putera

Seni Budaya | Minggu, 15 November 2015 - 02:18 WIB

JIKA bicara Melayu tak pelak kita harus bicara soal Islam. Bukan kah Melayu adalah Islam, atau jiwa Melayu itu adalah Islam. Membincangkan karya sastra Melayu, sudah barang tentu perbincangan itu tak jauh dari nilai-nilai keislaman. Karena ruh Islam sudah bersatu tubuh dengannya. Namun karya sastra Melayu tak harus pula kita sebut ia sebagai sastra Islami, hal ini karena sastra Melayu itu laksana jasad, ruhnya adalah Islam.

Sastra Melayu yang memiliki ruh Islam ia akan berlandaskan pada sosial budaya orang Melayu yang bermoral. Lewat karya sastra Melayu (baca: Islam) menurut Ala al Mozayyen yang disampaikannya pada Seminar Sastra Islam Internasional awal 2011 lalu, terdapat tujuh karakteristik dalam sastra Islam, yang terdiri dari konsistensi, pesan, universal, tegas dan jelas, sesuai dengan realita dan menyempurnakan perangai (akhlak) manusia. Sedangkan Goenawan Mohammad menyebutkan bahwa sastra Melayu menyampaikan sistem kepercayaan atau bahkan ajaran Islam, memuji dan mengangkat tokoh-tokoh muslim, mengkritik realitas yang tak sesuai dengan niai-nilai Islam, atau setidaknya sastra tak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Goenawan Mohamad: 2010).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Setelah sekian lama penyebutan sastra Islam, maka muncul istilah “Sastra Profetik” yang digagas oleh Kuntowijoyo lewat tulisannya di Majalah Horisan pada tahun 2005, berjudul “Maklumat Sastra Profetik (Kaidah, Etika dan Struktur Sastra)”. Kuntowijoyo sendiri mendefenisikan ini sebagai karya sastra yang memiliki nilai-nilai kenabian, yang dalam hal ini juga mengemban misi kenabian.

Boleh jadi gagasan Kunto ini dengan sengaja telah bersinggungan dengan apa yang telah disampaikan Allah dalam QS Ali Imran ayat 110: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, Kamu menyuruh mereka kepada yang ma’ruf. Dan mencegah mereka dari kemungkaran, serta beriman kepada Allah.” Maka peran manusia selain sebagai hamba yang harus beriman, ia juga mengemban amanah suci yang harus menyampaikan apa yang benar, dan selalu mengajak kepada kebaikan, serta memberi peringatan dan nasihat agar orang-orang terhindar dari keburukan. Hal ini dapat disebut sebagai nilai ataupun ruh keislaman.

Gagasan Kunto itu juga mengilhami Griven H Putera, sehingga ia menisbahkan dirinya beraliran sastra profetik. Dengan ini jelas dia tak setuju jika ia dilabeli sebagai penulis karya sastra religius. Karena ia tak mau terjebak pada simbol-simbol agama semata, akan tetapi menurutnya universalitas Islam itu harus dapat diambil setiap golongan. Maka dengan membangun nilai-nilai serta ruh Islam di dalam karyanya karena hal ini lebih diterima penikmatnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook