PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Sabtu sore (13/4), Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS) Pekanbaru menggelar Ngopi Literasi Konservasi. Kegiatan ini dilaksanakan sempena hari jadi Rumah Sunting ke-7 sekaligus memperingati Hari Bumi. Terlaksananya kegiatan ini dengan baik karena Rumah Sunting didukung oleh Jikalahari sehingga seluruh kegiatan dipusatkan di kantor Jikalahari Jalan Kamboja, Panam.
Kegiatan diawali dengan diskusi yang mengusung tema Penyair Merawat Bumi pada Sabtu sore. Kunni Masrohanti, pimpinan Rumah Sunting yang juga Ketua Penyair Perempuan Indonesia (PPI) menyebutkan, tema ini dipilih karena selama ini antara pegiat lingkungan dan sastrawan serta penyair belum satu hati memainkan perannya dalam menjaga lingkungan atau merawat bumi.
’’Sebagian besar penyair belum menganggap persoalan lingkungan sebagai objek penting yang harus mereka dengungkan dalam karya puisi. Mereka menganggap sudah ada orang lain yang ngurusi itu. Begitu juga teman-teman pegiat lingkungan atau aktivis lingkungan, mereka belum menganggap puisi atau karya sastra sebagai jalan dalam mengampanyekan pentingnya merawat bumi. Padahal persoalan lingkungan adalah persoalan bersama. Buruk lingkungan, asap dan banjir semua merasakan dampaknya. Saya berharap dengan diskusi dan bincang ringan seperti ini akan saling membuka mata hati penyair dan aktivis lingkungan bahwa peran mereka sama, bisa saling berkolaborasi, ’’ kata Kunni saat menjadi nara sumber dalam dikusi tersebut
Diskusi yang dimoderatori Syamsir alias Icamp Dompas, seniman dan pegiat literasi bersama Rumah Sunting ini juga menghadirkan pembicara lain, yakni penyair Fakhrunnas MA Jabbar, Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan dan Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo. Fakhrunnas membeberkan tentang karya-karya penyair yang berhubungan dengan lingkungan dan pengaruhnya.
’’Upaya penyair dalam merawat bumi ya sebatas menyuarakan lewat karyanya dengan harapan akan dibaca dan didengar serta mampu mengetuk hati para pemegang kebijakan, mengajak orang banyak untuk peduli lingkungan. Aksi langsung tidak bisa. Tapi itu sangat penting dan besar pengaruhnya, bahkan mampu memutus mata rantai kebiasaan buruk merusak lingkungan dari generasi sekarang ke generasi berikutnya, ’’ kata Fakhrunnas.
Sementara, Riko dan Okto bercerita banyak temtang kondisi lingkungan. Tidak hanya kondisi hutan Riau yang sudah banyak hilang tapi juga perubahan iklim akibat rusaknya lingkungan tersebut. ’’Dulu, kita bisa memastikan musim hujan itu terjadi pada bulan-bulan berakhiran ber Seperti Oktober, November dan seterusnya. Sekarang tak bisa. Iklim tak menentu karena lingkungan yang mulai tak terawat. Suhu bumi jadi panas. Hutan habis dibabat,’ kata Riko yang diperjelas dengan berbagai temuan kerusakan lingkungan oleh Jikalahari seperti yang dibeberkan Okto.
Editor: Eko Faizin