PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Hal paling menarik di laman Madah Poedjangga tadi malam, Sabtu (9/1) adalah hadirnya Misrah ke forum diskusi. Misrah berusia 72 tahun. Ia guru Bahasa Indonesia drh Chaidir yang menjadi nara sumber dalam forum diskusi tersebut. Sejak 1964, Misrah sudah mengajar di SD Ujung Batu. Bukan hanya bahasa, Misrah juga mengajar membaca puisi dan bernyanyi. Chaidir salah satu muridnya.
"Chaidir ini dulu badannya kecil. Dia memang suka puisi sejak SD. Saya masih ingat betul. Saya mengajarkan seadanya. Buku tidak ada. Pekanbaru sangat jauh. Jangankan buku, kirim surat ke Pekanbaru saja baru sampai tiga bulan kemudian. Itu pada 1964. Waktu itu saya sudah mulai mengajar dan memegang empat mata pelajaran karena keterbatasan guru," kata Misrah.
Kehadiran Misrah disambut hangat audiens Madah Poedjangga. Berkali-kali mereka bertepuk tangan. Terlebih saat mendengar Misrah dan Chaidir membaca puisi bersama. Berbagai pertanyaan dan pernyataan terlontar dari audiens yang dihadiri penyair Riau seperti Marhalim Zaini, Kunni Masrohanti dan beberapa lainnya. Perwakilan dari berbagai komunitas dan masyarakat umum juga turut meramaikan.
"Guru saya banyak. Semuanya sudah meninggal dunia. Saat ini hanya Bu Misrah yang ada. Makanya saya membawa beliau kemari supaya kita mendengar kisahnya mengajarkan puisi. Beliau masih sehat. Berumur panjang juga mungkin karena berpuisi," kata Chaidir pula.
Kehadiran puisi dalam diri setiap orang bermakna berbeda, kata Chaidir. Tapi, katanya, puisi membuat hidup lebih indah. Dalam berbagai bidang, puisi memberi arti. Puisi menghilangkan ketegangan-ketegangan. Masuk ke berbagai wilayah. Memberi harapan dan kritikan kepada siapa saja. Termasuk di ranah politik dan pemerintahan. Chaidir sendiri lebih dikenal sebagai politikus selain sebagai sastrawan.
Di sela-sela diskusi yang menghadirkan siswa dan guru, pembacaan puisi dilantunkan oleh audiens. Rata-rata anak muda dari berbagai komunitas. Semangat sang guru yang tak mengenal lelah hingga usia senja, sikap hormat dan santun siswa kepada guru ketika telah menjadi orang ternama, menghadirkan aura sendiri bagi audiens.
‘’Saya baru pertama kali datang ke Madah Podjanggan ini. Saya baru pindah dinas dari Jakarta ke Minas. Kebetulan saya dinas di Chevron. Karena senang dengan puisi dan sastra lalu saya baca koran ada acara ini, ya saya datang. Sempat terlewat juga tempat acara ini. Dan, saya senang bisa hadir di sini,’’ ujar Taufiq yang turut membacakan puisi.(kun)