Setelah lama tak memiliki festival bertaraf internasional akibat berbagai hal, pagelaran Riau Global Music International Festival 2022 seolah menjadi pelepas dahaga musisi dan penggemar musik. Diharapkan festival ini terus digelar secara berkesinambungan.
(RIAUPOS.CO) - KERINDUAN dunia musik di Riau yang memadukan musik tradisi dengan musik kontenporer, akhirnya terobati. Digelarnya Riau Global Music International Festival 2022 di Kawasan Bandar Serai Purna MTQ, Pekanbaru, 23--27 Agustus 2022 lalu, selain mengobati kerinduan para musisi pada iven besar di Riau, juga menjadi awal kebangkitan festival musik di Riau setelah badai corona yang menghantam dunia di awal 2020 lalu.
Ide untuk menyelenggarakan iven ini sudah dimulai setahun lalu, 2021, saat digelar Pekanbaru Global Music Festival yang digagas oleh Yayasan Global Music Conservatory. Yayasan ini didirikan dan dibangun oleh Rino Dezapaty, Alyusra Pratama, Eka Sari Dinda, Bens Sani, dan Tito Aldila.
Pada saat penutupan Pekanbaru Global Music Festival tersebut, hadir Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Roni Rakhmat, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Raja Yoserizal Zein dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar. Saat itu Roni sangat antusias melihat program festival ekonomi kreatif berbasis inkubasi pengembangan seni tradisi ini diikuti banyak kabupaten/kota dari Riau hingga provinsi luar Riau. Roni kemudian mengajak Yayasan Global Music Conservatory untuk mengembangkan festival ini menjadi lebih besar dengan konsep festival internasional.
Riau Global Music International Festival 2022 akhirnya digelar dengan dukungan Pemprov Riau sebagai fasilitator lewat Dinas Pariwisata Riau. Kepala Bidang Ekraf Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Amry Setiawan, menganggap Riau Global Music International Festival sangat penting bagi kebangkitan industri kreatif lewat seni musik.
Direktur Yayasan Global Music Conservatory, Rino Deza Paty, mengucapkan terima kasih kepada Pemprov Riau lewat Dinas Pariwisata Provinsi Riau yang hadir sebagai fasilitator yang menyiapkan pendanaan produksi peserta hingga produksi pertunjukan konser musik selama 5 hari.
“Musik merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif yang menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia 10 tahun belakangan ini. Festival ini sangat penting bagi kita. Kami berterima kasih kepada Pemprov Riau lewat Dinas Pariwisata Provinsi Riau yang mendukung penuh kegiatan ini,” kata Rino kepada Riau Pos, Jumat (4/9/2022).
Secara konsep, menurut alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini, pengembangannya sudah jelas ke arah industri, dimulai dari proses kurasi kelompok-kelompok musik yang eksistensinya selalu bertahan dan produktif mengeluarkan karya-karya terbaru dengan unsur-unsur musik tradisi. Semua genre, menurut Rino, hadirkan dalam panggung Riau Global Music International Festival ini. Mulai dari musik tradisi, folk, combo, hingga electronic music.
“Kami mengurasi karya musik yang baru, kekinian, dan sudah pasti menghibur audiens selama 5 hari pelaksanaan festival ini,” ujar lelaki kelahiran Pekanbaru 43 tahun lalu ini.
Mengembangkan Musik Tradisi
Mengembangkan musik tradisi, kata Rino, sudah pasti dan harus dilakukan terus-menerus. Tradisi terus berkembang seiring berjalannya zaman, namun pihaknya mencari bentuk baru dengan spirit tradisi tadi. Bukan karya tradisi pada aransemen ulang karena itu jelas hanya mengulang musik tradisi itu sendiri. Bahkan bisa merusak karya-karya musik tradisi itu sendiri.
“Semangat dari musik tradisi Melayu itu yang kita hadirkan di atas panggung dengan gaya dan karya-karya kekinian,” tamba komposer yang juga Direktur Riau Rhythm Chambers Indonesia ini.
Di bagian lain, Rino menjelaskan, global music adalah perubahan identitas world music pada penghargaan Grammy Award untuk jenis musik yang menggunakan unsur-unsur musik dunia (tradisi setiap suku bangsa).
“Yang ingin kami capai, bagaimana musik dengan unsur tradisi Melayu bisa menjadi bagian dari industri musik di Indonesia, bahkan dunia. Idealnya begitu. Kerja-kerja seperti ini membutuhkan ketekunan dan kesabaran dengan konsep yang jelas. Jika itu tak dilakukan, pakai hal ideal yang kita inginkan tidak akan tercapai,” kata lelaki yang juga Sekum Dewan Kesenian Kota Pekanbaru (DKKP) ini.
Tentang hubungannya dengan festival musik sebelumnya yang pernah dihelat di Riau, yakni Riau Hitam Putih Festival, Rino menegaskan bahwa reinkarnasi mungkin masih jauh karena Riau Hitam Putih Festival adalah sebuah perhelatan festival besar dan festival musik dunia pertama di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2015. Lebih tepatnya spirit Riau Hitam Putih Festival ada di Riau Global Music International Festival ini.
Riau Global Music International Festival selain festival yang menghadirkan pertunjukan bukan musik biasa dan proses kuratorial juga sangat menentukan semua artist line-up yang di hadirkan, dengan portofolio masing-masing grup musik yang mempunyai pengaruh dalam semua karya-karya mereka.
“Ini menjadi pembeda dari festival yang hanya menghadirkan pertunjukan tanpa proses kuratorial,” tambah musisi yang pernah mendapatkan berbagai penghargaan, baik di Riau maupun tingkat nasional dan internasional ini.
Festival ini mendapatkan sambutan luar biasa dari peserta yang ikut festival, maupun masyarakat yang menyaksikannya. Menurut Rino, berdasarkan wawancara oleh Shindu Alphito dari Medcom yang juga sebagai kurator festival, masing-masing peserta sangat mengapresiasi festival ini. Rata-rata mereka antusias karena saat pandemi corona melanda, seluruh aktivitas offline terhenti di Indonesia, juga dunia, selama hampir dua tahun.
Kini, setelah pandemi mulai melandai dan kehidupan menuju normal kembali, kehadiran festival ini membuat para musisi yang tergabung di grup-grup musik yang ikut, sangat antusias, meski harus melewati kuratorial yang ketat. Antusiasme juga ditunjukkan oleh Dinas Pariwisata Riau yang mendukung penuh lewat penyiapan panggung, sound system, dan tata lighting yang berkelas internasional. “Tentu ini sangat menggembirakan. Gairah untuk bermusik kembali tumbuh dengan adanya panngung festival seperti ini,” jelas Rino lagi.
Antusiasme itu membuat Yayasan Global Music Conservatory bersama Dinas Pariwisata Riau menjadikan kegiatan ini sebagai agenda tahunan. Rino menambahkan, ke depan pihaknya akan mencoba ikut kuratorial KEN Kharisma Event Nusantara untuk pendanaan yang lebih maksimal dari Kemenpar RI agar Riau Global Music International Festival bisa mengakomodir kelompok-kelompok musik yang lebih banyak.
“Kami juga mencoba merealisasikan beberapa program seperti Children Activities (pengenalan musik tradisi ke anak usia dini, sekolah dasar dan sekolah menengah, red), program residensi musisi antarprovinsi untuk belajar kearifan musik-musik tradisi Melayu Riau secara detail yang tahun ini belum terealisasi,” ungkap pencipta komposisi Satellite of Zapin tersebut.
Secara umum, festival ini berlangsung meriah. Di hari pertama menghadirkan Riau Rhythm, Cenglu (Amerika Serikat, Solo, dan Sumatera Utara), WS Trio dari Indragiri Hulu dengan konsep Talang Mamak Electro Accoustic, dan ditutup dengan penampilan Limuno Randai (Kuansing) dengan gaya yang segar dan kekinian. Kemudian di hari kedua penampilan dari Martha Syndicate (Indragiri Hilir), Blacan Aromatic (Bengkalis) dan Djangat Indonesia (Pekanbaru). Hari ketiga penampilan dari Bathin Galang Meranti, Balai Proco Rokan Hulu, dan Pura Mahligai (Dumai).
Lalu pada hari keempat penampilan dari Balimbuk (Rokan Hilir), Omok (Siak Sriinderapura), Geliga Jazz (Pekanbaru), dan Orkes Taman Bunga dari Sumatera Barat. Dan di hari kelima, yakni pada penutupan festival, menampilkan Orkes Keroncong Kober (Pelalawan), Sendayung (Kampar), De Tradisi dari (Sumatera Utara), dan ditutup oleh penampilan Shaziva dari (Kepulauan Riau).
“Di masa depan, kami berharap bisa bekerja sama dengan berbagai pihak sponsor maupun CSR perusahaan untuk pengembangan festival ini agar bisa lebih luas lagi,” kata Rino lagi.
Pengobat Kerinduan
Di bagian lain, Ahmad Benny Joniaman, menjelaskan, festival ini membuat rasa rindu masyarakat pecinta musik di Riau terobati. Seniman multitalenta ini mengatakan, iven festival musik dunia di Riau terakhir dihelat pada tahun 2016, dengan Riau Hitam Putih Festival. Setelah itu tahun 2021, di tengah badai pandemik corona, Global Music Conservatory berhasil menggelar iven Pekanbaru Global Music Festival di salah satu mal di Pekanbaru dengan protokol kesehatan yang ketat dari pengelola mal dan Satgas Covid-19.
“Senang akhirnya Riau punya (lagi, red) iven musik bertema world music atau global music (istilah sekarang, red) yang memadukakan musik tradisi dengan berbagai genre dalam konsep kekinian. Semoga bisa menjadi iven tahunan,” kata salah seorang pendiri Yayasan Global Music Conservatory yang sehari-hari dipanggil Bens Sani oleh para koleganya ini.
Sejarah world music di Riau, kata Bens, cukup panjang, sejak tahun 2000 Riau memiliki festival world music Riau Hitam-Putih. Bahkan almarhum Djaduk dulu pernah bilang kalau bicara world music, lihat ke Riau karena ada festival music dunia.
Riau Hitam-Putih, kata Bens, adalah salah satu tonggak semangat insan musik Riau dalam menggalakan komunitas world music, dan berkembang menjadi identitas kota. Sayangnya, Riau Hitam-Putih tak berumur panjang. Festival itu tak lagi berlanjut. Tetapi, semangat kolektif insan musik Riau akan identitas global music itu masih terus terjaga dan saat ini terwujud lewat Riau Global Music International Festival.
Dijelaskan Bens lagi, popularitas musik berbasis tradisi di Riau tak lepas dari perspektif generasi muda yang mulai melihat musik tradisi sebagai sesuatu yang menarik untuk dikembangkan. Pengaruh itu tidak lepas dari kemunculan grup Riau Rhytm sejak 22 tahun silam yang terbilang sukses menyuguhkan musik berbasis tradisi dengan aransemen kontemporer dan terdengar relevan. Riau Rhytm sendiri digawangi oleh Rino Deza Paty dan Aristofani Fahmi dan beberapa nama lainnya.
“Sejak Riau Rhytm, banyak anak-anak muda main musik tradisi lagi. Sekarang anak muda enggak malu menenteng gambus. Dan dari musikalitas, mungkin awal-awal banyak yang terdengar sangat terpengaruh musikalitas Riau Rhytm, tetapi saat ini musisi muda yang mengusung musik berbasis tradisi telah jauh berkembang dengan warna masing-masing,” jelas Bens lagi.
Sama seperti harapan Rino Deza Paty, lelaki yang pernah ikut bermain dalam film kerja sama Indonesia-Malaysia, Dikalahkan Sang Sapurba ini, berharap agar Riau Global Music International Festival terus berkembang dan bisa lebih luas lagi. Dia juga ingin ada festival-festival lain, bukan hanya di Pekanbaru, tetapi juga di kabupaten/kota yang ada di Riau, jika memungkinkan.
“Saya sangat senang jika banyak diselenggarakan festival music di Riau ini,” ujar lelaki yang juga salah seorang sutradara film dan master of ceremony (MC) ini.***
Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru