Man Tiger diterjemahkan oleh penerjemah Indonesia yang dipilih oleh Eka sendiri. Pihak penerbit, kata Eka, tak begitu kenal dengan peta sastra Indonesia. Si penerjemah Libodalih Sembiring, kini menetap di Yogya, menurut Eka menerjemahkan dengan sangat baik. Hanya sekitar 25 persen dari terjemahannya yang disunting lagi.
“Tadinya ada dilema mau diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris Amerika atau British. Ini buku terbit di London, untuk pasar Inggris. Akhirnya penerbit putuskan pakai English American saja, lebih diterima di pasar dunia,” kata Eka.
Di Kafe Javaro, kantor penerbit Gramedia. Kami berempat: Penyair Joko Pinurbo, saya, Eka Kurniawan, dan editor senior Gramedia Mirna Yulistianti. Jokpin – panggilan ngetop Joko Pinurbo – baru saja, pada malam sebelumnya, menerima Kusala Sastra Khatulistiwa untuk yang ke-2 kalinya. Ada naskah puisi baru yang ia serahkan ke Gramedia lewat Mirna. Eka Kurniawan, secara tak sengaja sebenarnya, juga sedang berususan dengan Mirna.
“Ini urusan novel O, pre-order mulai jalan,” kata Eka. Ia menyerahkan contoh kaos dengan desain sampul novel terbarunya itu.
“Apa pengaruh buku-bukumu yang terbit di luar negeri dengan penjualan bukumu di sini, Eka?” saya bertanya.
“Ada besar sekali pengaruhnya. Cantik itu Luka saja sudah cetak ulang lagi sekarang. Mereka jadi tahu saya, kemudian mencari buku-buku saya. Jadi ada banyak pembaca baru…” kata Eka.
Novel O, kata Eka, sudah pula diincar penerbit luar. Tapi, agen naskahnya belum memutuskan untuk diterbitkan dalam waktu dekat. Lagi pula penjualan buku Man Tiger masih sangat bagus. “Satu-satu dulu..” kata Eka.(hasan aspahani/jef)