Sepasang Sapi
1/
Di muka kandang sering kusaksikan gelisah sapi sepasang
Lenguh panjang bagai nyanyian mengusik lelap nurani ladang
Dua-tiga burung jalak hinggap di atap, siulnya serupa ratap
Bau kotoran menyerbu hidung, pada angin siang aku berlindung
Mungkin tampar di lehernya terlalu erat mengikat
atau seikat rumput hijau tak lagi memberi hasrat
Siang dan malam tak memberinya pemandangan bintang
Walau di sepasang matanya selalu kulihat taburan kekunang
Seperti matamu di malam-malam panjang
terangi kelam hidupku yang malang
2/
Karena itu sering kubayangkan
Kita sebagai sepasang sapi dalam kandang
Berlindung dari panas dan hujan di bawah satu atap
Jam berdentang tahun memanjang tak bisa saling dekap
Seperti ada dinding gaib pemisah raga
Berulangkali coba dirobohkan tapi tak bisa
Bila tiba waktu gembala datang membawamu
dikawinkan dengan pejantan
dipaksa hamil dengan cara perkosaan
Aku yang terperangkap dalam senyap
melihat langkah kakimu terasa begitu berat
Bila aku berontak, benturkan tubuh pada palang, tiang pancang
Orang-orang akan datang merubuhkanku di tanah lapang
Kilat mata pisau di tangan legam akan merobek leherku
Bersama aum penghabisan yang panjang
Di muka kandang sering kusaksikan gelisah sepasang sapi
Seperti gelisah kita menghitung hari
Piyungan, 2016
Napas Petani
Napasmu hangat angin kemarau berdesau harum tembakau
Tanah kerontang pantang tumbuh pohon sebatang
Kauhujani keringat kuning, air mata doa yang bening
Kembang-kembang putih kuntum, daun-daun mekar
Mata cangkul bicara pada akar ihwal panen dan penantian
Di sudut sawah kau lelah, rumput liar menjangkau betismu
Kawanan burung terbang ke arah senja penghabisan
Kaupandang dengan mata nyalang, kelam musim hilang
Sebab hujan tak pernah bisa menghapus kenangan
Pada angka-angka kalender musim tanam
Kauhentakkan kaki ke bumi tiga kali
Belalang-belalang kecil berlompatan
Menjangkau tanganmu yang legam
Piyungan, 2015
Sajak Tahun
Getar suaramu di hulu malam
Menuntunku ke tengah padang
Deretan pohon-pohon panjang
Bagai orang-orang dari masa silam
Tak ada suara petasan kecuali di kejauhan
Juga lengking terompet yang malang
Tanah pasir berdesir dihempas angin bukit
Bintang-bulan khusuk mengeja firman
Kulitku remang saksikan khotbah rumputan
Piyungan, 2016
Burung Malam
Pada jejak langkah entah keberapa
Kaubenturkan tubuh pada menara
Lampu-lampu kota padam, bulan tak datang
Jauh di selatan sekumpulan lelaki berbaju hitam
Menyanyikan himne di bawah patung pangeran
Burung-burung malam di dahan, mendekap sayap
Sepasang matanya bagai jendela setengah terbuka
Jam kota berdentang membangunkan bunga-bunga
Kursi-kursi beku runduk punggung pedagang kakilima
Memenuhi sudut-sudut lengang, menunggu, entah siapa
“Beri aku lilin, beri aku angin,” desismu.
Ketika sampai di simpang empat, kau sadar tak punya alamat
Berulangkali menunjuk-tunjuk ke segala penjuru
Senyap derap waktu mengintai dari ujung pilu
Guguran daun beringin menyapamu
Kerisik suara: Namaskara!
Piyungan, 2015