OLEH ZUARMAN AHMAD

Untuk yang Terhormat, Budaya: Sahabat Saya Dr Kamsol

Seni Budaya | Minggu, 22 November 2015 - 00:42 WIB

Bagaimana dengan kebudayaan dan seni?

Kebudayaan, sebenarnya seperti halnya pemuda dan olahraga. Ketika dahulu budaya berada pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ada dua lembaga yang diurus bersamaan, yakni pendidikan dan budaya, tetapi pada bidang budaya tetaplah tidak memenuhi harapan budaya dan seni itu sebagaimana pemuda dan olahraga. Setelah berlalu masa ini, kemudian budaya berada pada Departemen Pariwisata dan Seni dan Budaya, tetapi nampaknya tidak jua memenuhi harapan seni, budaya, seniman dan budayawan, sebagai mana halnya pemuda dan olahraga. Sebenarnya di mana letak salahnya?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Letak salahnya. Kalau kita bertanya kepada departemen ini atau kepada dinas yang mengurus budaya dan seni yang terdapat di dalam dinas itu, kira-kira pertanyaan harus diajukan seperti ini: Apakah yang diurus oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya (ketika seni dan budaya masih bergabung) atau apakah yang diurus oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (ketika seni dan budaya bergabung dahulu dan sekarang)? Karena itu, wahai Sahabatku, saya berani bertaruh bahwa dinas ini tidak dapat menjawab pertanyaan ini sesuai dengan analogi tentang Dinas Pemuda dan Olahraga yang telah diuraikan di atas. Tetapi kalau jawabannya untuk sekedar menjawab pastilah dapat.

Kalau begitu halnya, apakah jika Dinas Kebudayaan yang akan didirikan itu akan memenuhi harapan seni, budaya, seniman dan budayawan? Jika dinas ini tidak tahu apa yang diurusnya, seperti yang sudah-sudah, saya juga dapat memastikan dinas ini juga tidak akan berjalan dan dapat memenuhi harapan seni, budaya, seniman dan budayawan itu. Namun, barangkali, Dinas Kebudayaan yang akan didirikan ini hanya dapat memenuhi harapan segelintir orang atau segelintir lembaga kebudayaan, sebagaimana yang dirisaukan oleh Fakhrunnas MA Jabbar – bahwa, kesan tertutup dan tidak menyeluruh pada kajian penelitian tentang budaya Melayu Riau, kesan pilih-kasih (tebang-pilih) dan kronisme dan pertimbangan subyektif pada helat kebudayaan dan pengiriman duta kebudayaan pada perorangan seniman dan budayaan dan sanggar-sanggar seni dan bukan pada pertimbangan obyektif.

Di sisi yang lain lagi, ketidakmengertian, kelebaian, kehangkongan, dan sifat narsis yang dimiliki oleh pegawai-pegawai di dinas yang menuangi dan menaungi kebudayaan dan seni ini juga menjadi kendala tidak sinkroninasi-nya dan tidak berkembangnya pembangunan kebudayaan dan seni Melayu Riau kita di sini. Seniman dan budayawan mungkin tidak mengerti adiministrasi, tetapi seniman dan budayawan sangat-sangat mengerti tentang seni dan budaya yang digeluti dan digaulinya sehari-hari itu. Tengoklah, tentang bahasa Melayu saja kita di Riau ini sudah terkotak-kotak; menurut Melayu pesisir bahasa yang dipakainyalah bahasa Melayu itu, tetapi Melayu darat dan Melayu pedalaman mungkin saja dapat mengatakan bahwa bahasa Melayu itu asal-usulnya dari mereka.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook