OLEH AL MAHFUD

Narasi dari Para Pejuang Literasi

Seni Budaya | Minggu, 15 November 2015 - 07:06 WIB

Mereka sadar, sulit meningkatkan budaya membaca di masyarakat jika sekadar mengandalkan pemerintah melalui perpustakaan-perpustakaan daerah. Berbagai program pemerintah untuk meningkatkan budaya baca juga tak akan efektif tanpa partisipasi dan peran aktif masyarakat. Dan kondisi masyarakat kita saat ini, kita tahu, memiliki budaya baca yang rendah. Keterbatasan akses terhadap buku menjadi faktor paling berpengaruh. Dari sini, muncul inisiatif dari para pejuang literasi untuk bergerak, tak sekadar mengeluh.

Pengorbanan

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Yang harus kita disadari, para pejuang literasi di daerah-daerah kebanyakan bukan orang-orang yang hidup serba kecukupan, sehingga punya banyak waktu luang untuk “memikirkan” orang lain dengan melakukan aktifitas tersebut. Sebaliknya, mereka orang-orang biasa yang juga harus bekerja dan mengurus kehidupannya sendiri. Bahkan, kehidupan mereka cenderung dalam keterbatasan. Di titik inilah, spirit pengorbanan dan perjuangan itu nampak. Semangat kepahlawanan itu terlihat.

Apa yang dilakukan para pejuang literasi dengan berbagai bentuknya, entah dengan membuka perpustakaan atau rumah baca, atau berkeliling menyediakan akses bacaan pada masyarakat yang sulit menjangkau bacaan, merupakan wujud pengorbanan yang membuat mereka layak disebut pahlawan. Sebab, pada dasarnya pahlawan berarti orang yang rela berkorban tanpa pamrih demi kepentingan banyak orang. Dalam hal ini, para pejuang literasi mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk menumbuhkan budaya membaca di masyarakat, terutama anak-anak, yang pada gilirannya membawa manfaat secara luas.

Memang, perjuangan literasi bukan upaya yang bisa menampakkan hasil dalam sekejap. Manfaat membaca dan atau menulis baru benar-benar terasa seiring perkembangan seseorang dalam menggelutinya. Dalam arti, dibutuhkan konsistensi dan kesabaran sehingga kesadaran akan kebutuhan membaca itu tumbuh dalam diri seseorang. Jadi, meneguk lautan ilmu dalam lembaran buku-buku merupakan investasi pengetahuan yang sangat bermanfaat dan bukan pekerjaan yang sia-sia.

Kita tahu, tokoh-tokoh besar bangsa ini adalah orang-orang yang “gila” buku. Sebut saja misalnya Soekarno, Hatta, Syahrir, Mohammad Yamin, Tan Malaka, RA Kartini dll. Mereka adalah tokoh bangsa yang memiliki pemikiran dan gagasan besar karena keintiman mereka pada buku-buku, pada aktivitas literasi. Ini menggambarkan pentingnya budaya membaca bagi masyarakat sebuah bangsa, jika mengharapkan anak-anaknya tumbuh menjadi generasi yang memiliki gagasan-gagasan besar dan berguna bagi bangsanya.

Menyadari hal tersebut, kita semakin sadar bahwa apa yang dilakukan para pejuang literasi itu merupakan hal mulia. Di momen Hari Pahlawan ini, kita patut mengisahkan dan menyuarakan perjuangan mereka. Agar publik tahu dan tergerak mencontohnya. Paling tidak, dengan memulai dari diri kita sendiri.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook