SAJAK

Sajak-sajak Putu Gede Pradipta

Seni Budaya | Minggu, 08 November 2015 - 03:07 WIB

BAGIKAN



BACA JUGA


Hidup Seribu Tahun Lagi

Dan kulihat perputaran bumi. Dan kuamati

tubuhmu yang dicintai sebuah pagi. Pun hujan

yang bersalin rupa berkali-kali. Sebelum

sepenuhnya menjelma penguasa yang sama

kita benci sejak mulai tualang ini, kekasih.

(2015)

Libido Pemuisi

Dan ia tak terpuaskan

Birahinya meninggi

Kata-kata berlalu

Makna tak bertamu

Diterkanya kembali

Muasal diri

Yang jejaknya sepi

Di bentang bumi

Sebuah hulu pun hadir

Utopia yang getir

Masihkah ia bertahan

Dan terus melawan

Hidup dalam penat

Bukanlah yang diinginkan

Puisi yang dipilihnya

Tak bertahan selamanya

Ia putuskan berjalan

Melewati bising keinginan

Hendak menepi ke nurani

Berharap jumpa inti

Yang selama ini

Didamba dan dicari

(2015)

Bagaimana Aku Melihat Diriku

di Mata Orang-orang

Ia akan dikenang dalam satu detik yang mencemaskan

saat seluruh jam di sebuah kota pecah. Tanggal berubah

disertai hari-hari yang tak lagi cerah. Dan sembilan

ular sewarna kesedihan berkelebat dari segenap penjuru

semesta. Berdesis memasuki bibirnya yang membiru

demi menyaksi kematian waktu. Mencatat yang pilu.

Sebelum senyap datang menyergap. Lebih dulu ia lenyap.

(2014)

Semadi Lelaki Sejati

Seorang lelaki sejati sedang semadi dalam raga

sendiri. Ia bayangkan bulan jatuh, menghampiri

sebelum penuh menyentuh

saat malam menyatukan angkasa dengan wangi

segala bunga. Maka gugur semua yang melayang

maka luntur segala yang menembang.

(2015)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook