ESAI SASTRA

Buku dan Dokumentasi Sastra Kita

Seni Budaya | Minggu, 06 Maret 2016 - 00:30 WIB

Tapi apa dampaknya kemudian? Ketika publik kita tak gemar membaca karena tak perduli bahwa laku membaca sebagai tradisi

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

mematangkan diri, buku-buku sastra kita menjadi mubazir. Buku-buku itu hanya dibaca oleh orang yang punya tradisi membuat arsip dan mendokumentasikan sastra yang pernah terbit di media cetak.

Hampir semua buku sastra yang pernah terbit ada di rak-rak perpustakaan pribadi para sastrawan, tetapi bentuknya berupa bundelan yang terdiri dari lembar-lembar kliping koran.***

Budi Hatees, lahir 3 Juni 1972 di Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.  Menulis esai di berbagai media cetak dan menulis buku seperti Tulisan yang Tak Enak Dibaca (jilid I dan II) diterbitkan Penerbit Matakata  pada 2008 dan 2010, Ulat di Kebun Polri  diterbitkan Penerbit Raih Asa Sukses (Grup Bina Swadaya) pada tahun 2013. Tahun 2016, buku terbarunya, Bila Polisi  Melawan Korps  dan  Sejarah Kekerasan Publik.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook