KOLOM TAUFIK IKRAM JAMIL

Tenas-ASEAN

Seni Budaya | Minggu, 21 Februari 2016 - 02:26 WIB

Tenas-ASEAN

TAK banyak komentar Abdul Wahab ketika melalui pesan pendek telepon genggam (SMS) saya menulis bahwa mengenang setahun kepergian Tenas Effendy Februari-Maret 2016 ini, seperti mengingatkan orang bahwa Komunitas ASEAN (ASEAN Community), yang sekarang juga melalui bulan awal pelaksanaannya, bukan saja berkaitan dengan ekonomi. Selalu disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), pilar lain dalam Komunitas ASEAN adalah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community-ASC) dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community-ASCC).

“Memang tak ada yang harus dipersalahkan kalau gaung MEA begitu kuatnya, tetapi jangan sampai melupakan sektor sosial budaya dan keamanan. Apalagi pada gilirannya, sektor sosial budaya yang menjadi julang-julangan ASEAN yang mengeristal dalam identitas Asean,” tulis saya yang kemudian menambahkan, gaung kuat MEA dibandingkan pilar lain, mungkin karena disebabkan bagaimana perhatian terhadap ekonomi telah menguasai pikiran orang meskipun di tengah badai kuasa pemilik modal tanpa pertimbangan spritual tempatan sebagaimana ciri khas gelombang kesejagatan atau globalisasi.


Cuma saja, sejak awal, pemimpin-pemimpin ASEAN menyadari bahwa Komunitas ASEAN dengan tiga pilarnya itu menjadi paradigma baru untuk menggerakkkan kerja sama Asean ke arah sebuah komunitas dan identitas baru yang lebih mengikat. Khusus berkaitan dengan sosio-budaya, pada KTT ASEAN di Vientiane tahun 2004 disepekati bahwa Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN akan mencakup empat wilayah utama, yaitu pembentukan sebuah kepedulian masyarakat,  pengelolaan dampak sosial dari integrasi ekonomi, peningkatan pelestarian lingkungan, dan peningkatan identitas ASEAN.

Tak dapat dipungkiri lagi, ASEAN pada sisi lain dapat dipandang sebagai suatu wujud persebatian negara rumpun Melayu secara modern, sehingga bukan sesuatu yang ganjil pula apabila warna Melayu mendominasi warna ASEAN. Tenas Effendy pula adalah warga ASEAN yang secara tunak mengabdikan dirinya dalam penggalian nilai-nilai Melayu yang tertuang dalam 127 buku di luar karyanya berkaitan dengan ukiran, pakaian, dan seni bina.    










Tuliskan Komentar anda dari account Facebook