Pada Selembar Foto
Di selembar foto, di hamparan pohon-pohon karet
yang daunnya merimbun hijau
lelaki itu menemukan lagi
pisau torehnya
yang dulu hilang.
Lelaki itu lalu sibuk mengingat
di pohon yang mana
ember getahnya tertinggal,
seraya bertanya ke daun-daun
apakah masih menyimpan
suara detak langkahnya
yang tergesa.
Di selembar foto, di hamparan pohon-pohon karet
lelaki itu menemukan lagi
sepotong cerita cinta
yang tertinggal
dan hilang.
2016
Pada Sebuah Tas
di dalam tas sederhana itu
telah disimpannya semua catatan
tentang kisah kembara, serta
sederetan wajah-wajah
yang menyapanya
sepanjang perjalanan
disimpannya juga cerita-cerita
tentang cinta, gelak tawa,
angan-angan, nestapa
dan air mata
di dalam tas sederhana itu
juga selalu tersimpan rapi
tentang rahasia
dan misteri
2016
Parit di Depan Rumah
parit di depan rumah
mengalirkan air berwarna coklat
sedari dulu tak pernah berhenti
berkecipak di dadaku
dan, beningnya masih juga
menyimpan kenang
perempuan yang tatapnya
sempat kubawa pergi
kemana perginya celoteh
yang selalu bersama nyanyi
suara gemericik air
apa dia tak tahu, kalau aku pulang
ingin melihat bayang
parit di depan rumah
tak pernah lelah
mengalirkan rindu
dari waktu ke waktu
1989-2016
Sutirman Eka Ardhana, lahir di Bengkalis, Riau, 27 September 1952. Kini menetap di Yogyakarta. Kumpulan puisinya Risau (Pabrik tulisan, 1976) dan Emas Kawin (Renas, 1979). Puisi-puisinya juga terhimpun dalam sejumlah antologi puisi di antaranya Radja-Ratoe Alit (2011), Suluk Mataram (2012), Suara-suara yang Terpinggirkan (2012), Negeri Abal-Abal (2013), Negeri Langit (2014), Parangtritis (2014), Jalan Remang Kesaksian (2015), Negeri Laut (2015) dan Semesta Wayang (2015). Selain puisi, ia banyak menulis novel. Kini redaktur di majalah Sabana, dan dosen di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Akademi Komunikasi Yogyakarta (AKY).