Petrichor
- Ketika hujan mengantarku pulang
sesaat setelah ia reda,
aromanya membawaku kembali
ke sebuah tempat di mana aku
pernah menjadi seorang kanak yang
menginjakkan kaki di pasirnya yang
putih, membiarkan ombak mengantarkan
airnya menelusup ke dalam sela-sela jemari,
lalu tersenyum mengingat betapa
mudahnya hidup sebelum ini.
Pekanbaru, 19 Januari 2016.
Kekasihku Sayang
Kekasihku Malang
Aku pernah mengaku, kekasihku
seorang pelacur.
Malam sering hinggap di kepalanya yang besar,
yang keras, yang rapuh. Sering aku
mendengar
hembusan nafasnya melantukan nyanyian Layla Hasyim.
Syahdu. Menusuk kalbu.
“Kau mau makan apa?” tanyaku.
Ia menjawab dengan isak, dengan sembab.
“Kau kenapa?” tanyaku lagi.
Ia menyahut dengan iba, dengan takut.
Ada parkit di kelaminnya.
Saranya menggigit sampai ke rahim.
“Kau tak apa?” tanyaku.
“Sudah malam.” katanya.
Pekanbaru, 12 Januari 2016
Stranger
- Pada sebuah kedai kopi
Aku menatapmu tajam dari seberang.
Matamu menyapu ruangan hingga kita
bertatapan.
Apakah kau juga seorang pemburu?
Kau sedang menyendiri di tengah
ramainya meja, memasang tatapan
seakan mengajak seseorang untuk bercinta.
Aku melihat surga pada matamu.
Kau tak lagi menikmati obrolan teman-temanmu.
Dan kita pun saling menelanjangi lewat mata.
Kita sepasang petualang eksibisionis.
Terlalu cepat aku membayar kopi dan kau
pura-pura mendengar temanmu lagi.
Kenapa? Takut dosa?
Kau tahu aku harus pergi, dan kau memberi
satu tatap terakhir sebagai ciuman perpisahan.
Kita tak perlu saling mengenal bukan?
Sebab kita sepasang pemburu pelesat anak panah.
Tiada yang perlu tersakiti.
Pekanbaru, 17 Januari 2016