SAJAK

Sajak-Sajak Kevin Khanza Jaelani

Seni Budaya | Minggu, 21 Februari 2016 - 01:43 WIB

BAGIKAN



BACA JUGA


Petrichor

- Ketika hujan mengantarku pulang

sesaat setelah ia reda,

aromanya membawaku kembali

ke sebuah tempat di mana aku

pernah menjadi seorang kanak yang

menginjakkan kaki di pasirnya yang

putih, membiarkan ombak mengantarkan

airnya menelusup ke dalam sela-sela jemari,

lalu tersenyum mengingat betapa

mudahnya hidup sebelum ini.

Pekanbaru, 19 Januari 2016.

Kekasihku Sayang

Kekasihku Malang

Aku pernah mengaku, kekasihku

seorang pelacur.

Malam sering hinggap di kepalanya yang besar,

yang keras, yang rapuh. Sering aku

mendengar

hembusan nafasnya melantukan nyanyian Layla Hasyim.

Syahdu. Menusuk kalbu.

“Kau mau makan apa?” tanyaku.

Ia menjawab dengan isak, dengan sembab.

“Kau kenapa?” tanyaku lagi.

Ia menyahut dengan iba, dengan takut.

Ada parkit di kelaminnya.

Saranya menggigit sampai ke rahim.

“Kau tak apa?” tanyaku.

“Sudah malam.” katanya.

Pekanbaru, 12 Januari 2016

Stranger

- Pada sebuah kedai kopi

Aku menatapmu tajam dari seberang.

Matamu menyapu ruangan hingga kita

bertatapan.

Apakah kau juga seorang pemburu?

Kau sedang menyendiri di tengah

ramainya meja, memasang tatapan

seakan mengajak seseorang untuk bercinta.

Aku melihat surga pada matamu.

Kau tak lagi menikmati obrolan teman-temanmu.

Dan kita pun saling menelanjangi lewat mata.

Kita sepasang petualang eksibisionis.

Terlalu cepat aku membayar kopi dan kau

pura-pura mendengar temanmu lagi.

Kenapa? Takut dosa?

Kau tahu aku harus pergi, dan kau memberi

satu tatap terakhir sebagai ciuman perpisahan.

Kita tak perlu saling mengenal bukan?

Sebab kita sepasang pemburu pelesat anak panah.

Tiada yang perlu tersakiti.

Pekanbaru, 17 Januari 2016









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook