Ingin Pulang
aku sudah beku 17 hari di sini
ingin pulang dan mencium hangat
tubuh istri dan suam pipi anak
karena itu tiada tunda jadwal
tak pula tambah hari. tak ingin
aku menjejaki jalan beribu
kilometer lagi. kakiku sudah khatam,
jemarinya sudah keram dan lebam
apa kau kira menambah hari
tinggal di sini, tumpukan cerita
dan sejarah bertambah?
di leiden banyak halaman buku
kubaca, tapi hanya berapa
kalimat bisa kuingat?
kecuali sajak-sajak di dinding rumah
sungguh membangun halaman baru,
seperti taman, bisa kusinggah
lalu kuberi padamu, kekasihku
yang kutinggal dan sudah rindu
sebagai ciuman panjang
Rotterdam, 23 November 2015
Teman Perjalanan
tak ada siapa-siapa
selain bukubuku, selimut
yang belum dilipat, dan
laptop tak menyala
sebuah kamar aroma rokok,
kopi, dan asbak bagai
bibir selalu menunggu
teman lama tak pulang
menyisakan bacin dan
bekas minuman. mungkin
ke balik dingin ia tidur
atau ke dalam tubuhmu
berlabuh?
sebuah jalan membentang
bunga es luruh
lampu merah menggoda
tak menyala
teman lama pergi
tanpa kabar
kosong kamar
2015
Pelabuhan Sunyi
salam kedatangan, selebihnya sepi: tak
ada lagi yang menjamah botolbotol
di kedai itu. gelas berkepala di bawah. jettti marina
semakin malam. bot-bot sudah istirah,
bersandar di dadamu
kau belum kukenal: siapa namamu, dari
mana asalmu? lalu berulang rokok
aku hidupkan dan kumatikan
di bawah sepatuku
di jetti marina mulai kureka namamu,
kucari asalmu. perempuan yang hilang
di balik malam pelabuhan sunyi
pangkor sesaat lagi kujamah. mengulang
percakapan—dan membubuhi cinta—di
lembar puisi. lagu mengalun, pantun
dikatakan
“engkau si manis berjalan di tepi pantai,
di arena pangkor, ruang-ruang diskusi;
untuk sebuah kenangan perjalanan,” desah
angin pasir bogak
tak ada mawar, tapi ada kau di sini! puisi
yang tumbuh dari pulau memukau
pasir bogak yang menggelegak
ombak bergelak...
4-10 Desember, 2015