PASIRPENGARAIAN (RIAUPOS.CO) – Sebanyak 95 ekor ternak kerbau mati secara mendadak di Rokan Hulu. Puluhan ternak kerbau tersebut diduga Puluhan Kerbau di terserang penyakit ngorok atau atau septicaemia epizootica (SE). Peternak pun melakukan potong paksa terhadap ternak terserang penyakit tersebut.
Pada Selasa (1/11), Dinas Peternakan dan Perkebunan (Disnakbun) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) pun mengimbau peternak untuk sementara waktu tidak membeli ternak baru. Baik antar desa maupun kecamatan di wilayah Kabupaten Rohul maupun dari luar kota yang tidak memiliki surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dari dokter kesehatan hewan setempat.
Kepala Disnakbun Rohul Ch Agung Nugroho STP MM mengatakan hal itu dilakukan sebagai langkah dan antisipasi mencegah penularan terhadap penyakit ngorok di Kabupaten Rohul. Berdasarkan informasi dari peternak, puluhan ternak yang mati akibat terserang penyakit ngorok tersebut sebelumnya dibeli dari luar Rohul, tanpa ada SKKH dari dokter kesehatan hewan setempat.
‘’Kami imbau seluruh petani baik itu peternak kerbau maupun sapi di kabupaten untuk sementara menghentikan dulu beli atau menerima ternak baru dari luar Rohul. Ini untuk antisipasi ternak kerbau terserang penyakit ngorok atau sapi yang terserang penyakit mulut dan kaki (PMK),’’ ujarnya.
Agung menegaskan, Tim Dokter Hewan Disnakbun Rohul telah mengambil sampel organ ternak kerbau yang mati mendadak di Dusun Gunung Intan, Desa Bangun Purba Timur Jaya, Kecamatan Bangun Purba tersebut. Selanjutnya, sampel organ tersebut dikirim ke Balai Veteriner Bukittinggi di Baso.
‘’Kami sudah surati kepala Balai Veteriner Bukittinggi dan mengirim sampel organ ternak kerbau yang mati mendadak. Ini untuk lebih memastikan penyebab matinya puluhan ternak kerbau di Dusun Gunung Intan. Pasalnya, dari gejala klinis terhadap ternak kerbau yang mati diduga terserang penyakit ngorok,’’ tuturnya.
Ditegaskannya, sesuai informasi yang diterima, Rabu (2/11) besok, tim laboratorium dari Balai Veteriner Bukittinggi akan datang langsung ke Rohul melakukan pemeriksaan terhadap ternak hewan yang terserang penyakit ngorok.
Kendati menemukan puluhan ternak kerbau mati mendadak, Disnakbun Rohul masih menunggu instruksi lebih lanjut dari Dinas Peternakan Provinsi Riau untuk menetapkan status wabah penyakit SE. Karena pada akhir September lalu, tepatnya di kabupaten tetangga yakni Kampar ditemukan ratusan ekor ternak kerbau yang mati mendadak yang diduga terserang penyakit SE.
‘’Kami akan memperketat arus masuk ternak dari luar daerah ke Kabupaten Rohul. Rencananya kami akan mengaktifkan kembali Pos Cek Poin Pemantauan Lalulintas Ternak di pintu masuk perbatasan Kabupaten Rohul untuk mengantisipasi agar penyakit SE terhadap kerbau atau PMK pada ternak sapi agar tidak menyebar ke daerah kami,’’ katanya.
Pemantauan lalu lintas ternak di perbatasan tersebut, bukan berarti melarang adanya transaksi ternak. Tetapi diharapkan sinergitas dari pengusaha ternak dan peternak di Rohul agar melaporkan setiap hewan ternak yang keluar masuk serta dipastikan adanya SKKH dari dokter hewan setempat. Hal ini untuk menjaga agar penyakit terhadap hewan tidak menyebar dan harga ternak tetap stabil di Rohul.
Berdasarkan data Disnakbun Rohul, pada Oktober 2022, terdata 95 ternak peliharaan milik peternak di dua kecamatan yakni Rambah dan Bangun Purba mengalami mati mendadak dan potong paksa. Penyakit ngorok penularannya sangat cepat dan tingkat kematian ternak sangat tinggi mencapai 80 persen. Namun penyakit ini tidak menular kepada manusia.
Agung menjelaskan, Disnakbun Rohul menemukan adanya penyakit SE pada ternak kerbau petani, pada 10 Oktober 2022, berdasarkan laporan dari petani dari Desa Tanjung Belit, Kecamatan Rambah. Kemudian pihaknya menindaklanjuti dengan menurunkan tim Dokter Kesehatan Hewan Disnakbun untuk melaksanakan pengobatan dan desinfektan.
Dari 40 ekor ternak kerbau yang terserang penyakit ngorok di Desa Tanjung Belit itu, 21ekor mati dan 38 ekor dipotong paksa oleh peternak. Kemudian kejadian ternak sapi mati mendadak terjadi di Desa Bangun Purba Timur Jaya, Kecamatan Bangun Purba, Ahad (30/10) lalu.
Tim dokter Kesehatan Hewan Disnakbun Rohul turun ke lapangan melakukan pengobatan dengan memberikan antipriretik, antibiotik dan vitamin. Terdapat 5 ekor ternak kerbau yang mati dan 50 ekor dipotong paksa.
Agung juga menduga penularan penyakit SE terhadap puluhan ternak kerbau petani di dua kecamatan tersebut melalui kontak antar ternak, baik makanan dan minuman serta alat tercemar. Kemudian eksreta hewan penderita (saliva, kelih dan tinja), kemudian bakteri yang jatuh di tanah atau rumput bisa bertahan seminggu dapat menulari hewan yang digembalakan di daerah itu.
Untuk gejala klinis, hewan yang terserang SE terjadi peningkatan suhu tubuh, denyut jantung, hewan terbaring, timbul leleran, anoreksia, dan tingkat kematian yang cukup tinggi. ‘’Tim Disnakbun Rohul telah memberikan edukasi kepada petani. Jika ada ternak kerbau yang mengalami gejala penyakit ngorok untuk segera mengisolasikan ternaknya ke kandang lain agar tidak tertular penyakit SE,’’ ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Riau, Herman melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Faralinda Sari saat dikonfirmasi mengaku telah mendapat laporan adanya ratusan hewan ternak di Rohul mati. “Kami baru dapat laporan hewan ternak mati di Rohul. Penyebabnya sama dengan yang di Kabupaten Kampar, kena SE atau sapi ngorok,” kata Faralinda.
Lebih dikatakannya, di Rohul terdapat dua kecamatan yang terpapar penyakit sapi ngorok, yakni Kecamatan Rambah dan Kecamatan Bangun Purba. “Total kasus sudah 426 ekor kerbau yang mati akibat terpapar sapi ngorok. Itu laporan yang masuk di Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS),” ujarnya.
Atas kejadian itu, sebut Faralinda, pihaknya akan menurunkan tim untuk menyelidikan kasus tersebut, dan mencari tahu asal mula penyakit SE tersebut masuk ke Rohul. “Kemungkinan kasus di Rohul ini adanya hewan ternak yang terpapar SE di Kampar dijual ke Rohul. Atau bisa jadi ada aliran sungai dari Kampar yang ke arah sana. Itu mau kami telusuri,” sebutnya.
Menurut Faralinda, upaya pencegahan untuk penyakit SE ini yakni dilakukan dengan memberikan vaksin. Namun, fakta di lapangan saat ini masih banyak peternak yang enggan hewan ternaknya untuk divaksinasi.
“Mungkin karena selama ini belum ada kasus ngorok yang tinggi seperti saat ini. Tapi sekarang kan kasus kematiannya ternak cukup tinggi, sampai 90 persen,” sebutnya.
Karena itu, pihaknya mengimbau agar para peternak lebih memperhatikan ternaknya. Jika ada ternak yang mengalami sakit, hendaknya ditempatkan dikandang yang terpisah agar tidak menularkan kehewan ternak lainnya.
“Karena penularan penyakit SE ini juga cepat, terutama dari cairan tubuh ternak. Jadi jika ada ternak yang sakit, hendaknya ditempatkan dikandang saja, jangan digembala apalagi dijual,” imbaunya.
Sementara itu, salah seorang peternak kerbau Dusun Gunung Intan, Desa Bangun Purba Timur Jaya, H Syafarudin, saat dikonfirmasi mengaku, 30 dari 34 ekor ternak kerbau yang dipeliharanya secara bertahap mati mendadak. Informasi yang didapatnya dari tim Dokter Hewan Disnakbun Rohul, ternak tersebut diduga terkena penyakit ngorok.
Sebab, ternak kerbau yang mati itu dipeliharannya satu kandang secara bebas. Sedangkan empat kerbau lagi kini sedang dalam pengobatan oleh Tim Dokter Hewan Disnakbun Rohul. ‘’Sudah 30 ekor kerbau yang kami pelihara mati secara bertahap. Informasinya terserang penyakit ngorok. Ternak yang terkena penyakit itu kondisinya lemah dan tiba-tiba mati,’’ jelasnya.
‘’Jelas kami mengalami kerugian yang cukup besar yang diperkirakan mencapai sekitar Rp400 jutaan. Sejauh ini kami tidak tahu, apakah ada kompensasi dari pemerintah untuk mengganti atas kerugian ternak kami yang mati karena penyakit ngorok,’’ ujarnya.
Dia mengucapkan terima kasih kepada Kadisnakbun Rohul Ch Agung Nugroho beserta tim dokter hewan yang cepat merespons dan langsung turun ke lapangan untuk memeriksa dan mengobati ternak kerbau yang masih hidup yang diduga terserang penyakit ngorok.(epp/sol)