SIAK (RIAUPOS.CO) - Pengembangan komoditi ramah gambut Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) Kabupaten Siak diharapkan berjalan optimal. Agar terwujud, Badan Restorasi Gambut (BRG) memfasilitasi Fokus Group Diskusi (FGD) antara Pemkab Siak, 17 NGO lingkungan Sodagho Siak, dan akademisi di bidang keilmuan terkait.
Diskusi terbatas yang digelar Rabu (30/1) pagi di Hotel Santika Jakarta tersebut, bertujuan untuk mengkaji dan menghasilkan inovasi pengelolaan gambut berbasis hidrologi dari berbagai perspektif keilmuan.
Turut hadir Deputi IV BRG RI Dr Haris Gunawan, bersama sejumlah ilmuwan, diantaranya pakar hidrologi Prof Dr Indratmo, pakar pemetaan sosial dan kelembagaan Prof Dr Ashaluddin Jalil, serta pakar keekonomian dan model bisnis komoditi ramah gambut Dr Any Widyatsari.
Wakil Bupati Siak H Alfedri didampingi Asisten Pemerintahan dan Kesra L Budhi Yuwono dalam diskusi tersebut menceritakan latar belakang program TORA di Negeri Istana. Selain bertujuan melestarikan ekosistem gambut dan redistribusi lahan juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat tempatan.
“Lahan TORA di Kabupaten Siak berasal dari pelepasan HGU PT Makarya Eka Guna (MEG) seluas 10 ribu hektare. 4 ribu diantaranya sudah disertifikatkan dan dibagi kepada masyarakat oleh Presiden RI, beberapa waktu lalu,” ujar Wabup Siak Alfedri.
Untuk pemanfaatan, Pemkab Siak kata Alfedri, berencana akan memfasilitasi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Di mana lahan yang akan dibagikan ini tidak boleh ditanami sawit lalu dijual, tapi akan ditanami komoditi bernilai ekonomi tinggi, namun ramah gambut.
“Untuk menghindari praktik jual beli, sertifikat tersebut dikumpulkan dan akan dijadikan jaminan penyertaan modal,” jelas Alfedri.
Ia juga berharap lewat diskusi terbatas yang dilakukan, 17 NGO Sodagho Siak dan para pakar dapat memberikan masukan terkait inovasi tata kelola dan pengembangan rencana komoditi yang akan dikembangkan di lahan TORA tersebut. Kajian keilmuan penting dilakukan mengingat ketebalan gambut di lahan TORA yang berbeda-beda.
Sementara itu, Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG RI) Dr Haris Gunawan mengatakan pertemuan ini membuka sejarah baru bagi BRG, karena pertama kali diskusi terbatas dilakukan melibatkan pembicara dari banyak NGO dan akademisi lintas keilmuan.
“Ke depan setelah kajian ini kita tindaklanjuti dengan mengupayakan turun ke lapangan untuk bertemu dan mendengarkan aspirasi masyarakat terkait program TORA ini,” kata Haris.
Ia juga menyebut, pengelolaan TORA di lahan gambut di Kabupaten Siak memerlukan terobosan, agar lahan gambut tidak hanya dikembangkan sebagai komoditas produktif semata, tapi masyarakat tempatan juga merasakan manfaat dan merasa nyaman di segala aspek termasuk sosiologisnya.
Untuk itu, kata dia, riset yang dilakukan akan melalui banyak tahapan proses dan berbasis hidrologi.(adv)