JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Modus kecurangan dalam tes CPNS semakin canggih. Yang terbaru peserta memanfaatkan teknologi remote access. Sebanyak 225 peserta dinyatakan gugur karena didiskualifikasi. Praktik kecurangan ini juga melibatkan pejabat Pemerintah Kabupaten Buol.
Melalui teknologi remote access, orang lain bisa membantu peserta ujian. Sebab komputer yang di pegang oleh peserta, bisa dipantau orang lain dari jarak jauh. Orang yang membantu mengerjakan soal ujian cukup mudah mencari jawaban yang benar. Kemudian peserta tinggal duduk saja kemudian menerima salinan jawaban.
Pakar telematika Roy Suryo prihatin dengan semakin canggihnya modus kecurangan CPNS tersebut. Dia mengatakan modus remote access hanya bisa dilakukan dengan membenamkan aplikasi tertentu di komputer atau gawai yang digunakan untuk ujian.
’’Harusnya ruang ujian sampai unit komputer atau gadget untuk ujian harus steril. Khususnya steril dari aplikasi-aplikasi remote access,’’ katanya, kemarin (28/11).
Roy mengatakan tidak habis pikir ada orang yang bisa sampai menginstall aplikasi tersebut. Dia khawatir ada keterlibatan panitia atau orang dalam di daerah setempat. Mantan Menpora itu menjelaskan aplikasi remote access saat ini cukup banyak dan sangat mudah digunakan. Diantaranya adalah GetScreen.me, RutServ, TeamViewer, AnyDesk, Zoho Assist, dan lainnya. Roy menjelaskan ketika sebuah komputer sudah dipasang aplikasi tersebut, maka komputer lain bisa menampilkan halaman serupa.
’’Selain bisa melihat, membaca, juga bisa mengetik seperti komputer aslinya,’’ kata Roy.
Untuk koneksi layanan remote access saat ini juga sudah berkembang. Bisa berbasis internet. Sehingga pelaku yang membantu mengerjakan ujian dengan modus remote control bisa berada di pulau yang berbeda. Misalnya peserta ujian di Sumatera sedangkan yang membantu mengerjakan ada di Jawa.
Dia tidak ingin kejadian serupa terulang. Ada beberapa upaya untuk mencegah terjadinya praktik remote control dalam tes CPNS. Di antaranya adalah sterilisasi PC atau gawai untuk ujian peserta. Kemudian mematikan jaringan wifi yang ada selama ujian.
’’Kalau perlu dipasang jammed network atau pengacak jaringan. Sehingga peserta tes benar-benar tidak tersambung dengan orang lain di luar ruang ujian,” katanya.
Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama menegaskan dalam praktik kecurangan ini aplikasi ujian BKN tidak dibobol atau diretas.
’’Jadi ada aplikasi yang memungkinkan komputer tersebut diakses dari luar lokasi. Aplikasi itu diinstall setelah pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas,’’ kata Satya.
Dengan mengatakan kasus ini terjadi di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, Satya menuturkan kasus ini melibatkan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Kabupaten Buol. Dia menjelaskan Bupati Buol Amiruddin Rauf sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian.
Selain itu Satya mengatakan ada 225 peserta yang didiskualifikasi atas praktik kecurangan ini. Dia menuturkan BKN memiliki teknologi berbasis kecerdasan artifisial untuk mendeteksi pola jawaban peserta ujian. Dari hasil analisis ke-225 peserta itu dinyatakan didiskualifikasi.
Satya juga menyampaikan BKN bersama Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) terus melakukan audit atas kejadian ini. Untuk mengantisipasi kejadian serupa terjadi di daerah atau titik lokasi (tilok) ujian lainnya. Audit forensik diantaranya dilakukan dengan pemeriksaan perangkat seleksi dan CCTV. Kemudian pemantauan peserta selama seleksi.(wan/jpg)