PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2023 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau menerima 23 laporan terkait hak karyawan yang tidak dibayarkan perusahaan. Dari laporan yang masuk tersebut sudah ada yang langsung ditindaklanjuti.
Kepala Disnakertrans Riau Imron Rosyadi mengatakan, dari 23 laporan yang masuk tersebut, tercatat ada 17 perusahaan dan satu yayasan di Riau dilaporkan oleh karyawannya karena tidak membayarkan THR. “Kami menerima ada 23 laporan yang masuk ke Posko Satgas THR ketenagakerjaan pelayanan konsultasi dan pengaduan THR Keagamaan 2023,” kata Imron, Rabu (26/4).
Dari 23 laporan tersebut, ada disampaikan melalui surat resmi ke posko pengaduan THR dan juga ada yang disampaikan melalui chat WhatsApp. “Ada juga yang melaporkan melalui SMS dan ada juga yang menyampaikan laporan secara tatap muka,” jelasnya.
Setelah mendapatkan pengaduan tersebut, petugas yang bertugas menerima penerima pengaduan THR langsung menindaklanjuti agar perusahaan dapat membayar hak pekerja. Dikatakan Imron, ketika ada pengaduan, pihaknya langsung menghubungi perusahaan yang dilaporkan agar segera memenuhi hak THR para pekerjanya.
“Jika upaya tersebut tidak ditindaklanjuti dan tidak diindahkan oleh pihak perusahaan, maka kami langsung membuatkan surat panggilan untuk dilakukan mediasi,” ucapnya. ‘’Namun, jika hak pekerja tetap tidak dipenuhi, maka perusahaan bisa kena sanksi administratif berupa teguran sampai pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin perusahaan. Sanksinya pasti ada,” tambahnya.
Akhir Maret lalu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan THR keagamaan harus diberikan penuh tahun ini. Pembayarannya pun pantang untuk dicicil. Ida mengatakan, pembayaran THR ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.
Hal ini secara tegas telah diatur dalam pasal 8 dan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Selain itu, diatur pula dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Ketentuan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Di mana, surat edaran tersebut ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.
Dalam aturan tersebut, kata dia, THR wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Lalu, siapa saja yang berhak mendapat THR? Ida menjelaskan, THR wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Tak terkecuali, para pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Adapun terkait besarannya berbeda-beda. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan, bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR diberikan secara proporsional, dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan yang kemudian dikalikan besarnya upah 1 bulan.
Dia mencontohkan, apabila seorang pekerja memiliki upah Rp4 juta per bulan dan baru bekerja selama 6 bulan, maka pekerja tersebut berhak mendapatkan THR dengan perhitungan 6 bulan dibagi 12 sama dengan 0,5 lalu dikalikan Rp4 juta. Hasilnya, Rp2 juta.
Sementara, pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan, ada kekhususan pengaturan untuk perhitungan 1 bulan gaji. Bilamana pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Adapun bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut. Tapi dimungkinkan juga perusahaan memberikan THR yang lebih baik atau lebih besar dari peraturan perundang-undangan.
Hal itu dimungkinkan apabila perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku telah mengatur besaran THR yang lebih besar sebelumnya.
Dalam SE ini, turut diatur pula soal ketentuan perhitungan upah 1 bulan bagi pekerja/buruh dengan upah satuan hasil. Untuk pekerja/buruh ini, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Selain itu, Ida turut mewanti-wanti terkait pemberian THR oleh perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana yang diatur dalam Permenaker 5/2023.
Dia menegaskan, bahwa THR tetap diberikan secara penuh oleh perusahaan. Di mana, upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah nilai upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah. ”Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker 5/2023 tersebut,” ungkapnya saat itu. Selanjutnya, dalam rangka memastikan pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan 2023, Ida meminta kepada para gubernur dan jajarannya untuk memastikan perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR sesuai ketentuan.
Diharapkan, perusahaan membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo. Ida memastikan, pemerintah tak segan-segan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang lalai dalam pembayaran THR keagamaan ini. Sanksi yang diberikan pun beragam, mulai dari sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.(sol)