PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Puluhan seniman dan aktivis kebudayaan di Provinsi Riau bertandang ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Rabu (24/7) petang dan disambut Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H Al azhar.
Pada kesempatan itu, seniman dan budayawan Riau Hang Kafrawi mengatakan, silaturahmi ke LAMR ini spontan setelah adanya kabar Dinas Kebudayaan Riau mau digabungkan dengan dinas lainnya.
“Kami sangat terhenyak dan menolak penggabungan ini, sebab ini sama saja menghapus Dinas Kebudayaan,” kata Hang Kafrawi.
Kebudayaan, jelas Hang Kafrawi, adalah roh pembangunan di negeri ini. Untuk melahirkan Dinas Kebudayaan ini semua pihak sudah bersusah payah dengan berbagai kajian ilmiah. Jika Dinas Kebudayaan digabungkan, ini sama saja memperkecil arti kebudayaan itu sendiri.
“Oknum anggota dewan yang ingin menggabungkan Dinas Kebudayaan itu pengetahuannya tentang kebudayaan sangat sempit, akibatnya membuat Riau semakin kerdil,” ungkap Hang Kafrawi.
Niat oknum yang ingin menggabungkan Dinas Kebudayaan ini, kata Hang Kafrawi, tidak bisa didiamkan. Masalah kebudayaan bukan masalah sepele, perlu ada sikap. “Kami datang ke LAMR mohon petunjuk apakah aksi yang akan kami lakukan nantinya tidak menyalahi,” jelasnya.
Sesuai niat yang hendak dilakukan para seniman dan aktivis kebudayaan, mereka meminta hearing dengan Pansus OPD kemudian menyerahkan buku-buku kebudayaan agar dibaca sehingga tahu soal kebudayaan.
Sementara itu, Willy seniman lainnya menyebutkan, di tengah negara maju menjunjung kebudayaan malah di Riau ada tarik ulur sehingga mempersempit kebudayaan.
“Saya rasa oknum dewan yang ingin menggabungkan Dinas Kebudayaan itu tidak tahu soal kebudayaan. Sehingga mereka tidak peduli dengan kebudayaan,” ungkap Willy.
Terkait adanya oknum anggota dewan yang ingin menggabungkan Dinas Kebudayaan, ucap Bambang al-Kijok seniman dan aktivis kebudayaan, pihaknya akan melakukan penetrasi moral kepada Pansus OPD, agar mereka tahu berapa pentingnya kebudayaan itu.
Menyikapi keinginan seniman dan aktivis kebudayaan ini, Al azhar menyebutkan, adalah sesuatu yang patut dan wajar. Apapun yang hendak dilakukan nantinya bukan pada menang atau kalah tapi lebih pada memberi tahu betapa pentingnya kebudayaan.
“Hal ini juga kami harapkan menjadi koreksi bagi pihak-pihak dalam membuat program. Sebab, persoalan ini bukan persoalan eksekutif dan legislatif saja tapi ini persoalan kebudayaan, persoalan masyarakat Riau,” ungkap Al azhar.
Hasil dari pertemuan itu, para seniman dan aktivis kebudayaan Riau membuat surat minta hearing dengan Pansus OPD agar menjelaskan agar semuanya semakin jelas.
“Inti hearing ini bertabayun kepada Pansus OPD apa benar ada upaya menggabungkan Dinas Kebudayaan. Sebab, saat ini baru sekedar informasi yang diperoleh. Jika itu benar, sikap kita menolaknya,” kata Hang Kafrawi.
Sementara itu, Wakil Rektor 1 Universitas Lancangkuning (Unilak) Dr Junaidi M Hum dengan tegas menyatakan menolak keinginan oknum dewan tersebut.
Dia mengatakan, bahwa seharusnya DPRD Provinsi Riau justru menguatkan Dinas Kebudayaan, bukan malah mau menghapuskan. Karena Dinas Kebudayaan inilah yang akan mendukung visi Riau sebagai pusat kebudayaan melayu.
“Dari awal kita memperjuangkan agar dinas ini ada. Perjuangannya dulu bukan mudah seperti membuat rancangan akademiknya. Saya dulu ikut terlibat dalam membuat rancangan akademiknya supaya dinas kebudayaan itu ada,” ujarnya.
Dijelaskannya, soal Dinas Kebudayaan belum maksimal, wajar karena baru dua tahun. Junaidi berharap DPRD yang memperkuat Dinas Kebudayaan dengan kebijakan alokasi anggarannya yang lebih, yang saat ini masih kecil sekali.
“Bagaimana instrumen peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi kita buat untuk memperkuat Dinas Kebudayaan ini, bukan membandingkan dinas kebudayaan dengan dinas lain, tentu menjadi tidak efektif,” jelasnya.(dof)